Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi 0,61 persen ke level 7.696,92, Jumat (27/9), akibat aksi profit taking yang membayangi pergerakannya.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan, pasar pun bersikap wait and see jelang berakhirnya September dan awal Oktober. Sebab, bulan depan akan ada transisi pemerintahan dari Joko Widodo (Jokowi) ke Prabowo Subianto.
"Pasar memperhatikan pemerintahan presiden terpilih, Prabowo, dan susunan kabinetnya," demikian menurut Niko.
Dalam jangka menengah, pergerakan IHSG di sisa tahun 2024 juga akan dipengaruhi oleh peluang pemangkasan suku bunga acuan lanjutan dari Bank Indonesia (BI) ke depan. Apalagi, setelah BI memutuskan menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 bps belum lama ini.
Head of Equity Research and Strategy Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer mengatakan, pelonggaran kebijakan moneter dan fiskal, penguatan nilai tukar rupiah, dan tingkat valuasi pasar saham akan menjadi katalis positif IHSG di sisa bulan pada 2024.
Ia menilai, peluang IHSG mencapai skenario bull-case untuk mencapai level 8.000 semakin meningkat. "Sektor-sektor yang cukup sensitif terhadap penurunan suku bunga dan penguatan nilai tukar rupiah seperti keuangan, consumer staples, dan properti, serta saham-saham small-mid caps tetap menjadi pilihan kami," jelasnya, dikutip Jumat.
Adapun, Mandiri Sekuritas memproyeksikan pemotongan suku bunga BI masih akan terus berlangsung. Diperkirakan total 150 basis poin pemotongan suku bunga BI dalam siklus pelonggaran kali ini, yang akan membawa terminal suku bunga menjadi 4,75 persen, dengan total 75 basis poin kemungkinan akan dilakukan tahun 2024. Hal ini akan mendekatkan suku bunga riil BI ke rata-rata jangka panjang sekitar 1,7 persen, turun dari 3,4 persen. saat ini.
Analisis itu didukung oleh BI yang memperkirakan peluang The Fed menurunkan suku bunga sebesar 75 bps pada 2024, lebih tinggi dari ekspektasi sebelumnya, yakni 50 bps.
"Bank Indonesia juga menilai, penurunan suku BI yang lebih cepat dibandingkan the Fed, didorong oleh kepastian terkait pemangkasan suku bunga di AS, penguatan rupiah, inflasi yang rendah, serta kebutuhan untuk mendukung perekonomian, pembiayaan fiskal, dan sektor perbankan," kata Chief of Economist PT Mandiri Sekuritas (Mandiri Sekuritas), Rangga Cipta.