Jakarta, FORTUNE - Sudah tahu apa itu sistem resi gudang (SRG)? Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendefinisikannya sebagai aktivitas terkait penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang.
Adapun, resi gudang merupakan dokumen tanda kepemilikan atas barang yang ditaruh dan disimpan di gudang, penerbitnya adalah pengelola gudang tersebut.
SRG diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 2006, lalu diperbaiki melalui UU Nomor 9 Tahun 2011. Dengan SRG, para petani dan nelayan bisa memperoleh fasilitas pembiayaan dari bank lewat penundaan penjualan dengan menyimpan hasil panen ke gudang. Kedua, SRG juga bertujuan menjaga pasokan pangan dalam negeri.
Sistem itu bertujuan menjaga stabilitas harga ketika musim panen, yang mana biasanya menekan harga penjualan komoditas dari petani atau nelayan kepada pembelinya.
"Supaya harganya stabil, maka hasil panen disimpan di gudang, lalu dugang mengeluarkan resi ke bank sebagai pembiayaan. Petani dapat uang dari bank. Lalu kira-kira tiga bulan setelah harga stabil, barang itu bisa dijual dengan harga yang normal," jelas Kepala Bappebti Kementerian Perdagangan, Didid Norrdiaatmoko.
Pengembangan SRG di sektor hilir: buka peluang ekspor
Pada 2023, Bappebti mengembangkan SRG untuk sektor hilir, yang berkaitan dengan ekspor. Saat ini, komoditas yang banyak menggunakan SRG di hilir adalah rumput laut dan telur ikan besar atau kaviar.
Didid menjelaskan, nelayan yang memperoleh kaviar dan rumput laut menyerahkan hasil panennya ke gudang milik perusahaan agregator. Mereka pun mendapatkan SRG, yang dapat membantu memperoleh pembiayaan.
"Saat jumlah [komoditas] sudah cukup [terkumpul], pemilik gudang itu akan melakukan ekspor ke Jepang, ke Cina. Uang hasil ekspor untuk bayar ke bank. Nelayannya langsung dapat uang, pemilik gudang juga akan dapat keuntungan," jelasnya lagi, dilansir Jumat (4/8).
Per Juli 2023, nilai SRG yang sudah diterbitkan mencapai Rp338 miliar. Didid menyebut, jumlah itu belum terbilang banyak. Karena tiap produk komoditas membutuhkan gudang khusus.
Sesuai Permendag Nomor 24 Tahun 2023, ada 22 jenis komoditas yang bisa menggunakan SRG, di antaranya: gabah, beras, jagung, kopi, karet, rotan, lada, garam, gambir, ikan, teh kopra, timah, bawang merah, pala, ayam karkas beku, gula kristal putih, kayu manis, dan tembakau.
"Tembakau dan kayu manis adalah yang terbaru masuk dalam mekanisme SRG," imbuh Didid.
Dalam mengoperasikan mekanisme SRG, Bappebti bekerja sama dengan sejumlah kementerian/lembaga terkait. Misalnya, kaviar yang tergolong dalam ikan, berarti berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.