Jakarta, FORTUNE - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2023 bakal sedikit lebih rendah dari 2022. Hal ini disebabkan oleh kondisi eksternal dan dalam negeri, serta masuknya periode normalisasi perbankan.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri, Ahmad Siddik, mengatakan normalisasi yang dihadapi perbankan, yaitu mulai dihentikannya kebijakan restrukturisasi kredit. Adapun kebijakan relaksasi kredit diberikan diberikan untuk membantu debitur dan perbankan yang terkena dampak pandemi Covid-19. Kebijakan ini berlaku sejak awal 2020 dan berakhir Maret 2023.
“Ada juga dampak dari perubahan lingkungan makro, baik dari The Fed atau bank sentral lain, termasuk Bank Indonesia,” ujarnya dalam konferensi pers paparan publik virtual, Kamis (15/9).
Dus, para pelaku di industri perbankan disebut harus menyesuaikan kolektibilitas bagi akun-akun yang terdampak kebijakan tersebut. Industri juga harus mewaspadai kondisi rasio kredit macet (Non Performing Loan/NPL), serta kecukupan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) perbankan.
Bank Mandiri secara konservatif telah menyisihkan kredit tambahan CKPN sejak Maret 2020. “Sehingga kalau kebijakan restrukturisasi kredit tak dilanjutkan, kami sudah siap dengan pencadangan dana yang cukup,” ujar Siddik.
Namun, hingga akhir tahun ini, Bank Mandiri optimistis kredit masih bisa tumbuh kuat. Karena itu, perseroan menaikkan target pertumbuhan dari 8 persen jadi 11 persen hingga penghujung 2022. Per Juli 2022, emiten bank pelat merah ini telah bukukan laju ekspansi kredit 11,4 persen (YoY).
Proyeksi kenaikan suku bunga acuan BI 50-100 bps
Lebih lanjut, di tengah kenaikan harga BBM, Bank Mandiri memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan 50–100 bps.”Sehingga mencapai 4,75 persen di akhir 2022,” kata Direktur Keuangan Bank Mandiri, Sigit Prastowo.
Lantas, apa ke depannya Bank Mandiri akan mengerek naik lending rate (suku bunga pinjaman)? Jawabannya, belum tentu. Sebab, ada banyak faktor yang perseroan pertimbangkan sebelum menyesuaikan suku bunga pinjaman.
Pertama, dari segi likuiditas. Lalu penguatan dari segi rasio kas sehingga cost of fund dan net interest margin terjaga. Terakhir, kompetisi di industri. “Kalau bank-bank lain tidak meningkatkan, tentu kami tak akan naikan,” imbuh Sigit.
Sedangkan untuk menjaga cost of fund, perseroan mengandalkan rasio kas di aplikasi Kopra dan Livin’, yang tumbuh 10 persen dari 65 persen. Dus, Bank Mandiri yakin NIM-nya bisa bertahan di level 5,4 persen sampai akhir tahun.
“Bahkan kami yakin (bisa) sedikit meningkat dari paruh pertama 2022,” katanya.