Jakarta, FORTUNE - Bursa Efek Indonesia (BEI) menerapkan aturan tentang pembatalan pencatatan (Delisting) dan pencatatan kembali (relisting). Lantas, berapa sekiranya emiten yang akan terdampak kebijakan baru itu?
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, aturan baru itu diharmonisasi setelah melalui proses revisi. Namun, ia mengaku belum bisa membeberkan jumlah emiten terdampak.
"Jadi, berapa [emiten yang terdampak] itu tentu bergerak terus, karena apa? Untuk kondisi-kondisi tertentu, ada perusahaan, setelah kita sampaikan potensi delisting, mereka lakukan perubahan, ada progress signifikan. Kalau begitu tentu kami berikan kesempatan, jadi saya tidak ke numbers dulu ya," jelasnya di Gedung BEI, Selasa (7/5).
Harmonisasi itu dituangkan dalam Peraturan Nomor I-N yang mulai berlaku pada Senin (6/5), setelah BEI merevisi Peraturan Bursa Efek Jakarta Nomor I-I serta Peraturan Bursa Efek Surabaya Nomor I.A.7. Lebih lanjut, Peraturan I-N adalah tindak lanjut dari terbitnya POJK 3/2021 dan ketentuan SEOJK 13/2023.
"Kalau seandainya dalam kondisi yang sudah kami berikan kesempatan, mereka tak berubah, tentu arahnya force delisting. Tapi ingat, dalam konteks perlindungan investor, perusahaan yang force delisting wajib membeli sahamnya kembali, jangan good bye saja," jelas Nyoman.
Perubahan setelah harmonisasi
Dalam Peraturan I-N, delisting terdiri dari: delisting karena permohonan emiten (voluntary delisting), delisting karena perintah OJK, dan delisting atas keputusan bursa (forced delisting).
Adapun, latar belakang di balik keputusan bursa terkait delisting jenis kedua meliputi:
- Emiten mengalami kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial atau secara hukum, dan emiten tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai;
- Emiten tak memenuhi persyaratan pencatatan di bursa;
- Saham emiten telah mengalami suspensi efek, baik di pasar reguler dan pasar tunai, dan/atau di seluruh pasar, paling kurang selama 24 bulan terakhir.
Sementara itu, untuk voluntary delisting, BEI tak lagi mengatur kewajiban untuk mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ataupun penghitungan harga pembelian buyback saham, dengan pertimbangan ketentuan itu saat ini sudah diatur dalam POJK 3/2021.
Lalu, ketentuan delisting atas perintah OJK merupakan substansi tambahan sebagai tindak lanjut dari POJK 3/2021. Dalam hal ini, BEI mengatur keterbukaan informasi yang wajib dilaporkan emiten yang menjalani delisting akibat perintah OJK untuk melakukan perubahan status menjadi perseroan yang tertutup.
Selanjutnya, pada ketentuan delisting yang dilakukan karena keputusan bursa (forced delisting), ada perubahan yang cukup signifikan sebagai tindak lanjut dari POJK 3/2021 dan juga penyesuaian dengan kebutuhan terkini. Beberapa perubahan itu, di antaranya:
- Kewajiban bagi emiten, yang telah disuspensi selama 3 bulan berturut-turut, untuk menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik mengenai rencana pemulihan kondisi emiten dan kewajiban menyampaikan informasi secara berkala mengenai realisasi rencana pemulihan kondisi tersebut setiap 6 bulanan.
- BEI akan mengumumkan potensi delisting bagi emiten yang telah disuspensi selama 6 bulan berturut-turut.
- Bagi emiten yang telah diputuskan delisting, maka wajib mengumumkan keterbukaan informasi ihwal rencana buyback saham dalam jangka waktu 1 bulan sejak keputusan delisting.
- Emiten harus melaksanakan buyback saham dalam jangka waktu minimal sampai dengan efektifnya delisting atau 6 bulan setelah tanggal keterbukaan informasi tersebut. Mekanisme pelaksanaan pembelian kembali saham mengacu pada POJK 3/2021 dan SEOJK 13/2023.
- BEI akan melakukan delisting 6 bulan sejak emiten mengumumkan keterbukaan informasi mengenai rencana buyback saham.
- Dalam kondisi tertentu, BEI dapat menentukan tanggal delisting yang lain berdasarkan surat perintah dari OJK, sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangan OJK berdasarkan SEOJK 13/2023.
Selain itu, ada juga pembaruan ketentuan delisting EBUS, mencakup delisting karena permohonan emiten, keputusan bursa, pelunasan atas EBUS, atau penyelesaian melalui aksi korporasi emiten.
Relisting saham
Pada ketentuan relisting saham, terdapat penyederhanaan sehingga suatu saham dapat dicatatkan kembali di Papan Utama, Papan Pengembangan atau Papan Ekonomi Baru. Asalkan saham itu memenuhi persyaratan dan prosedur pencatatan sesuai Peraturan Nomor I-A (untuk Papan Utama dan Pengembangan) dan Peraturan Nomor I-Y (untuk Papan Ekonomi Baru).
Dengan berlakunya Peraturan Nomor I-N ini maka Peraturan Bursa Efek Jakarta Nomor I-I serta Peraturan Bursa Efek Surabaya Nomor I.A.7 dicabut dan tak lagi berlaku.
Harapannya, peraturan hasil harmonisasi ini bisa memberikan kejelasan bagi publik, khususnya investor, mengenai tindak lanjut bagi emiten yang telah disuspensi selama 24 bulan atau lebih.