Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia berpotensi menurunkan Suku Bunga Acuan atau BI Rate hingga sebesar 100 basis poin sepanjang 2024.
Proyeksi itu disampaikan oleh Chief India and Indonesia Economist HSBC, Pranjul Bhandari. "Bank Indonesia berpeluang memangkas suku bunga acuan, kami ekspektasikan penurunan 100 basis poin atau big cuts di 2024," katanya dalam HSBC Asia Outlook 2024, dikutip Rabu (17/1).
Apabila BI sudah mulai mengimplementasikan penurunan suku bunga acuan, maka itu bisa mendongrak pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Pranjul memproyeksikan kredit perbankan bisa bertumbuh di level 9 persen pada 2024.
Lebih lanjut, jika suku bunga acuan BI mulai menurun, maka dampaknya juga akan terasa dari segi daya beli masyarakat. Itu karena peluang pertumbuhan kredit.
Pada akhirnya, hal itu juga dapat membawa dampak ke sektor lain seperti otomotif, properti, dan sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Adapun, pada hari ini, BI lewat Rapat Dewan Gubernur (RDG) memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di level 6,00 persen. Tak hanya itu, suku bunga Deposit Facility juga dijaga di 5,25 persen, sedangkan suku bunga Lending Facility di level 6,75 persen.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi makro
Dari sisi makro, HSBC memprediksi PDB akan bertumbuh rata-rata sebesar 5,2 persen pada 2024, dibandingkan dengan 5,0 persen pada 2023.
"Meski menghadapi tantangan global, tingkat inflasi rendah dan defisit fiskal serta neraca dagang yang terkendali membuat Indonesia jadi pilihan menarik untuk investor," ujar Pranjul lagi.
Akan tetapi, menurutnya, dalam beberapa kuartal belakangan, pertumbuhan ekonomi masih di bawah harapan. Itu karena berbagai indikator yang terkendali, dari inflasi, transaksi berjalan, serta defisit fiskal.
Contohnya, pertumbuhan kredit yang lebih kecil dari ekspektasi. "Rasio kredit terhadap deposito dulu sekitar 90 persen. Tapi, setahun belakangan ini, jadi lebih dari 80 persen sehingga pertumbuhan kredit lemah," jelasnya.
Peluang turunnya BI rate bisa menjadi pertanda baik bagi potensi kenaikan kredit dalam jangka panjang.
Peluang investasi asing
Ditambah lagi, Pranjul melihat ada penanaman modal asing (PMA) dalam jumlah relatif besar yang menunggu masuk ke Indonesia. Tapi, realisasinya masih menunggu pemilu selesai.
Contoh dari realisasi PMA beberapa waktu ini, di antaranya: investasi senilai US$30 miliar yang sudah berlangsung di bidang logam olahan beberapa tahun terakhir. "Dengan jumlah yang sama menunggu, berdasarkan analisis kami mengenai niat foreign direct investment (FDI)," katanya.
Ada pula niat investasi senilai US$45 miliar di bidang kendaraan listrik, tepatnya baterai dan otomotif.