Jakarta, FORTUNE - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan nilai transaksi Surat Utang melalui Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) melejit 179,2 persen (YoY) sepanjang Januari–Juli 2024.
Adapun, nilai transaksi pada periode itu berjumlah Rp124,4 triliun. Transaksi bilateral lewat mekanisme request for order (RFO) berkontribusi 76,7 persen, sedangkan mekanisme order book dan request for quotation (RFQ) menyumbang sebesar 23,3 persen.
Menurut Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Henderik, SPPA diharapkan bisa berperan lebih baik dan cepat dalam peningkatan likuiditas dan efisiensi perdagangan EBUS Indonesia.
BEI pun tengah mempersiapkan SPPA agar dapat memberikan layanan transaksi repurchase agreement (repo) dengan menggunakan underlying surat utang. "Setidaknya ditargetkan 40 Pengguna Jasa SPPA dapat memanfaatkan layanan transaksi repo surat utang pada saat diluncurkan akhir 2024 nanti," ujar Jeffrey dalam keterangan resmi pada Jumat (9/8).
Sampai Juli 2024 sendiri, ada empat pengguna jasa SPPA baru, sehingga secara total, ada 37 pengguna jasa SPPA. Itu mencakup bank, perusahaan sekuritas, dan pialang pasar utang. Lebih lanjut, Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad mencatatkan, pangsa pasar SPPA sudah mencapai 13,7 persen jika dibandingkan total seluruh nilai transaksi Surat Utang Interdealer Domestik oleh pengguna jasa SPPA, naik hampir dua kali lipat dibandingkan periode serupa tahun 2023.
Katalis pertumbuhan dan pengguna jasa
Apa saja katalis pertumbuhan nilai transaksi dan pengguna jasa SPPA sepanjang 2024?
Pertama, penyempurnaan SPPA, di antaranya: peningkatan batasan nilai minimal batas trading; manajemen risiko terkait acuan harga perdagangan, koreksi, dan pembatalan transaksi secara langsung melalui SPPA; serta penyempurnaan laporan aktivitas perdagangan yang dapat terintegrasi dengan sistem diler pengguna jasa SPPA dan Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE).
Selain itu, pada tahun 2024 ini BEI juga telah mengadakan forum yang dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan sinergi antara pengguna jasa SPPA, seperti Focus Group Discussion (FGD), dealer gathering, serta one on one discusssion.
Jeffrey mengatakan, "Digitalisasi dan penguatan Infrastruktur Pasar Keuangan yang diinisiasi oleh Bank Indonesia dalam blueprint Pengembangan Pasar Uang tahun 2025 memberikan kesempatan yang lebih besar kepada SPPA untuk dapat menjadi bagian dari sistem perdagangan terintegrasi yang dapat digunakan oleh para pelaku pasar surat utang dan pasar uang."