Jakarta, FORTUNE - Jumat, 25 September 2020 menandai sukses PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia sebagai broker ekuitas nomor satu di pasar modal Indonesia. Sebuah prestasi yang ditoreh di tengah badai pandemi.
Hari itu, nilai transaksi saham investor PT Mirae Asset Sekuritas
Indonesia (MASI) mencapai Rp227,13 triliun, angka tertinggi di Tanah
Air. “Saya tak akan pernah lupa,” kenang CEO Mirae Asset Sekuritas
Indonesia, Tae Yong Shim kepada Fortune Indonesia (21/5). “Karena tahun itu kita mengalami pandemi COVID-19, masa yang kacau ketika saya baru menjadi CEO. Lalu, kami menerapkan pendekatan inovatif dan berhasil naik ke puncak.”
Bagi Shim yang kini berusia 47 tahun, itu adalah capaian terbesarnya sebagai CEO. Bahagia? Sudah pasti. Namun, di waktu yang sama, beban di pundaknya turut bertambah. Satu puncak tercapai, masih ada puncak-puncak lain untuk didaki.
Mulanya, Shim sempat terkejut saat pertama kali diminta menjadi CEO. Sebab sepengetahuannya, ada standar tak tertulis untuk bisa dicalonkan sebagai anggota dewan eksekutif Grup Mirae Asset. Patokannya, di Korea Selatan, rata-rata dewan eksekutif dipilih di rentang usia 50-an. Sementara, umurnya saat itu masih 43.
Ia merasakan perpaduan antara kegembiraan dan ragam kekhawatiran, hingga pada titik tertentu, kewalahan. “Saat pertama kali jadi CEO, saya tak tahu apa tanggung jawab posisi ini. Jadi, saya [sempat] mencari tutorial cara jadi CEO di Google,” kelakarnya.
Broker saham dengan kode YP itu sebetulnya sudah masuk ke Indonesia sejak 2007, melalui investasinya di PT eTrading Securities yang didirikan pada 1990. Mirae Asset Global (dulunya KDB Daewoo Securities) memiliki 20 persen saham eTrading Securities. Setelah sukses merilis aplikasi broker saham HOTS dan Neo HOTS pada 2010, Mirae Asset Global pun memutuskan menyelami pasar modal Indonesia, dengan membeli 80 persen saham eTrading Securities pada 2013.
Shim sendiri resmi mengambil alih kemudi MASI pada 31 Maret 2020, beberapa saat setelah pandemi menghantam. Mundur lebih jauh, ia lebih dulu menduduki posisi Kepala Riset MASI (Desember 2013–Juli 2018) dan Direktur Pasar Modal MASI (Juli 2018–November 2019).
Perjalanan Shim di Indonesia bermula dari bosnya di tim Research Analyst KDB Daewoo Securities yang mengetahui ia sempat tinggal di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pada 1991–1994 karena ayahnya adalah bankir ekspatriat Korea Selatan. Ia pun diminta bergabung dengan tim riset di Indonesia.
“Itu alasan saya dipilih,” ujarnya. Ia sempat berpikir penugasan itu hanya akan berlangsung 3–5 tahun. “Biasanya itu yang dialami para ekspatriat sebelum kembali ke kampung halaman kan? Namun, bagi saya ternyata sudah [hampir] 11 tahun.”
Tantangan dan inovasi MASI
Ketika menjadi Kepala Riset MASI, Shim mesti membangun tim dan platformnya dari nol. Sebab, talenta di bidang tersebut masih langka saat ia pertama kali datang. Pegawai lama di tim riset belum tahu standar dasar laporan riset sekuritas. Apalagi, saat itu MASI baru memulai riset dengan hanya tiga analis, termasuk Shim.
Berbekal pengalamannya selama 10 tahun di dunia keuangan, ia mengajari anggota tim riset untuk menulis riset harian. Caranya, dengan memberi contoh. Ia menyusun laporan riset setiap hari, memberi tahu standarnya. “Dari sana, kami membangun tim riset yang kini mencakup sekitar 9 analis dan kami menjadi salah satu sekuritas top dengan pengetahuan mendalam ihwal pasar modal Indonesia,” ujarnya.
Tantangan lain: minat membaca di Indonesia yang rendah. Survei Program for International Student Assessment (PISA) dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) tentang tingkat literasi pada 2018 yang menyebut Indonesia berada di peringkat ke-71 dari 77 negara.
Pengalaman Shim, rendahnya minat baca itu bukan hanya fenomena di kalangan awam. Sebagai analis, ia sewaktu-waktu mengunjungi fund manager untuk memberikan laporan risetnya. Namun, di beberapa kedatangan setelahnya, laporan itu tak pindah posisi sama sekali.
Bahkan kadang dibiarkan sampai berdebu. Ia kemudian menyadari bahwa laporan hasil riset yang tebal dan penuh angka itu perlu disajikan dalam bentuk lain agar jadi lebih menarik. “Saya akhirnya bilang kepada tim: oke, kalau begitu saya tak bisa memaksa orang memakan ‘makanan hambar’,” ujarnya.
Pada 2016, MASI merekrut kartunis untuk menyulap laporan riset puluhan hingga ratusan halaman, menjadi ilustrasi berisi informasi ringkas satu halaman. “Kami sediakan ‘makanan gurih’ dan itu tepat sasaran,” katanya. “Kami hanya perlu menetapkan standar, lalu semua mengikuti, tapi tak akan bisa jadi pelopor. Semua tahu, kami yang memulainya.”
Shim disambut oleh tantangan lainnya saat menjabat CEO; memimpin tim besar dan melebarkan sayap bisnis karena sudah mencapai skala ekonomi. Ada banyak hal yang belum ia kuasai, seperti bisnis fixed income, compliance, pengelolaan talenta, keuangan, hingga teknologi informasi.
Dus, Shim pun banyak berdialog dengan anggota tim untuk mencari ide baru. Dialog, baginya, juga penting untuk mempererat kerja sama tim.
“Karena, jika satu manusia vs. harimau seruangan, manusia akan kalah. Namun, bila 1.000 manusia melawan 1.000 harimau di stadion, manusia mampu membunuh kawanan itu jika bekerja sama,” ujarnya. “Itu semua bisa diraih dengan penyelarasan dalam tim.”
Sejak Shim bekerja di MASI, pangsa pasar MASI naik dari 2,5 persen (2014) menjadi 12,07 persen (2023). Menurutnya, itu berkat inovasi dan pengembangan produk yang dilakukan beberapa tahun terakhir. Misalnya, pada 2020, MASI meluncurkan kompetisi trading real-time pertama, HOTS Championship yang berhadiah Rp250 juta. Itu
taruhan pertama Shim sebagai CEO.
Hasilnya? Saat itu, nilai transaksi harian tertingginya Rp608 miliar. Lalu, dari tiga pemenang, persentase pengembalian profit berkisar antara 139 persen–402 persen. “HOTS Championship sukses besar hingga setelah itu kami mengalokasikan dana lebih banyak untuk mengembangkannya,” katanya.
Tahun ini, HOTS Championship ke-12 dilaksanakan pada 27 Mei–19 Juli dengan hadiah Rp800 juta. Sukses dengan HOTS Championship, MASI merilis platform mutual fund terintegrasi, NAVI pada 2022 dan Priority Wealth Management Team, Sage Club. Layanan kedua sudah ada mulai 2021, membidik nasabah high net worth individual (HNWI).