Balikpapan, FORTUNE - Kampanye boikot produk yang dinilai pro-Israel membuat sejumlah nama emiten disoroti.
Bursa Efek Indonesia (BEI) akhirnya menanggapi, khususnya ihwal dampaknya ke bursa saham dan emiten-emitennya.
Seiring dengan maraknya ajakan memboikot produk-produk yang mendukung Israel di ranah global, lengan bisnis merek-merek itu di Indonesia pun turut terkena imbas.
Beberapa di antaranya bahkan termasuk perusahaan terbuka, yang sahamnya tercatat di BEI. Sebut saja PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA), yang memegang lisensi merek Pizza Hut dan Papa Jonh’s di Indonesia serta PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dengan Domino’s Pizza dan Burger King.
Berdasarkan data IDX Mobile, saham PZZA telah terkoreksi 2,86 persen selama sebulan ini. Selama sepekan, koreksinya mencapai 0,49 persen. Selama sebulan dan sepekan ini saham MAPI pun sudah tertekan 10,51 persen dan 1,48 persen.
Dampak kampanye boikot produk pro-Israel ke pasar saham
Secara keseluruhan, apa kampanye yang menyerukan boikot terhadap produk yang dianggap pro-Israel berdampak terhadap pasar saham secara menyeluruh?
Menurut Direktur Utama BEI, Iman Rachman, ajakan boikot itu tergolong sebagai upaya berekspresi. Ia menilai hal tersebut tak akan berefek negatif terhadap pasar saham.
“Terkait ini [ajakan boikot] saya yakin bukan tak berdampak signifikan. Menurut saya ini masih dapat dikelola [oleh pasar kita],” ujarnya di Balikpapan, Jumat (17/11).
Lebih lanjut, BEI menilai, para investor pun akan selalu meninjau fundamental dalam urusan investasi. Meskipun ada beberapa emiten yang disoroti dalam kampanye boikot itu, masih ada 904 emiten lain yang sahamnya bisa jadi pilihan investor.
“Karena pada akhirnya uang investasinya juga berputar ke situ. Jadi akan mengalir ke pilihan-pilihan lain,” imbuhnya.
Di sisi lain, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Antonius Hari Prasetyo, menyatakan perspektif yang agak berbeda. Apa itu? Potensi memanfaatkan momentum yang dilakukan beberapa pihak, di tengah koreksi saham yang terjadi saat kampanye boikot itu berjalan. Maksudnya, membeli saham emiten-emiten yang disoroti dalam kampanye itu saat harganya melemah, lalu menjualnya lagi saat harganya kembali naik.
“Terkadang saya khawatir ini ada yang untung banyak, begitu harga jatuh, dia langsung beli, karena fundamentalnya bagus,” kata Anton. “Jadi [situasi itu berpotensi] dimanfaatkan, karena fundamentalnya kan tak jelek, istilahnya Kita harus hati-hati.”