Jakarta, FORTUNE - Jumlah aksi IPO (initial public offering) saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang 2024 lebih rendah dari 2023. Namun, para pemangku kepentingan pasar modal masih optimistis dengan prospek IPO di 2025.
Salah satu faktornya, jumlah calon emiten di pipeline IPO saham. Direktur Utama BEI, Iman Rachman mengungkapkan, terdapat 21 calon emiten yang menunggu giliran untuk mencatatkan saham di bursa.
Sebelumnya, selama 2024, terdapat 41 emiten yang mencatatkan saham di pasar modal. "Dengan dana yang diperoleh atau fundraise [sekitar] Rp14,3 triliun, ini hanya dari sisi pencatatan saham baru," kata Iman di Konferensi Pers Peresmian Penutupan Perdagangan BEI, Senin (30/12).
Berdasarkan data dari EY Global IPO Trends 2024, Jumlah Pencatatan Saham Baru di BEI menempati peringkat ke-10 di dunia dari sisi jumlah IPO
Data pipeline IPO BEI per 20 Desember melaporkan, mayoritas calon emiten itu merupakan perusahaan dengan aset berskala besar atau di atas Rp250 miliar.
Berdasarkan sektor, 27,7 persen merupakan perusahaan sektor consumer non-cyclicals. Lalu diikuti oleh sektor bahan baku, energi, kesehatan, dan perindustrian, yang masing-masing berjumlah 13,6 persen. Sisanya adalah perusahaan dari sektor keuangan, properti dan real estate, serta consumer cyclicals.
Selain saham, ada pula pencatatan efek lain yang meliputi 143 emisi obligasi dan sukuk, 1 ETF baru, serta 495 waran terstruktur sepanjang tahun ini.
Target di 2025
Pada 2025 ini, pasar modal Indonesia membidik target pencatatan efek baru sebanyak 407 efek. Itu termasuk efek berbentuk saham, utang dan sukuk atau EBUS, waran terstruktur, dan kontrak investasi kolektif (KIK).
"Dari jumlah itu, 66 merupakan IPO saham," kata Iman. "Sementara itu, rata-rata nilai transaksi harian senilai Rp13,5 triliun per hari di 2025."
Dari segi total investor, targetnya adalah 2 juta investor baru. Yang mana, untuk merealisasikan itu, bursa menyiapkan berbagai strategi. Salah satunya, pengembangan produk.
Beberapa pengembangan baru yang akan dilakukan BEI, yaitu Intraday Short Selling, Pembaruan Sistem Perdagangan dan Pengawasan (PSPP), Pembaruan Sistem Perdagangan (PSP) Surat Utang, Implementasi SPPA Repo, Pengembangan Liquidity Provider Saham, Pengembangan Derivatif Keuangan UU P2SK melalui Kontrak Berjangka Indeks Asing (KBIA) dan Implementasi Periode Non-Cancellation pada sesi pre-opening dan pre-closing. BEI juga berencana meluncurkan produk ETF Emas.
Harapannya, segala langkah itu dapat diimplementasikan pada 2025 hingga 2026.