Jakarta, FORTUNE - Niat IPO (initial public offering) PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) belum juga matang, walau sudah dimasak mulai 2022. Mengapa demikian?
Menurut Direktur Bisnis Kelembagaan, Treasuri, dan Unit Usaha Syariah Bank Jateng, Ony Suharsono, perusahaan telah menggodok rencana IPO sejak 2022–2023.
Kendati demikian, rencana itu masih belum direstui oleh pemangku kepentingan. Sampai dengan 2024 ini, para pemangku kepentingan masih mempertimbangkan keuntungan dan kerugian apabila Bank Jateng melantai di bursa, walau mantan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo terbuka dengan opsi aksi korporasi tersebut.
"Secara prosedur, kami harus ada persetujuan dari pemegang saham dan anggota DPRD [Jateng] sebelum IPO. Ini yang sekarang sedang kami proses," kata Ony di gedung BEI (14/6). "Kalau kami, secara profesional, melihat IPO sangat bermanfaat. Bukan hanya dari sisi permodalan, melainkan juga transparansi pengelolaan dan sebagainya."
Lantas, apa kendala yang dihadapi oleh Bank Jateng ihwal rencana IPO? Kekhawatiran pemangku kepentingan yang melahirkan perbedaan perspektif. Salah satunya, risiko penurunan penerimaan dividen, sebab dengan IPO, sebagian kepemilikan saham akan beralih ke investor publik.
"Dari sisi itu, kami bisa yakinkan kalau dividen tak akan turun, karena kinerja akan semakin meningkat [harapannya]," ujar Ony lagi.
Bank Jateng resmi jadi bank kustodian
Adapun, Bank Jateng baru saja resmi menjadi bank kustodian ke-26 di pasar modal Indonesia, per Jumat (14/6).
Hal itu ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama Bank Jateng dengan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Kolaborasi itu bertujuan memperluas layanan penambahan total pemegang rekening di pasar modal.
Berapa target dari kerja sama tersebut? "Untuk tahun ini, mungkin sekitar [pembukaan] 50 rekening baru, yang terdiri dari sejumlah manajer investasi, dana pensiun, dan lain-lain," ujar Ony.
Di sisi lain, Direktur Utama KSEI, Samsul Hidayat berharap, dengan bergabungnya Bank Jateng sebagai bank kustodian, bisa memperkuat layanan bagi investor, khususnya di wilayah Jawa Tengah.
"Kami harap Bank Jateng dapat turut memperkuat pasar modal kita, memberikan layanan lebih komprehensif, dan menjaga integritas aset para investor," kata Samsul.
Berdasarkan data yang tercatat di KSEI, jumlah investor pasar modal sampai dengan Mei 2024 telah mencapai 12,94 juta; dengan komposisi 12,17 juta investor reksa dana; 5,72 juta saham dan surat berharga lainnya; serta 1,08 juta investor surat berharga negara (SBN).
Khusus di wilayah Jawa Tengah, jumlah investor di Jawa Tengah telah mencapai 1,54 juta, yang menempati posisi ke-4 terbesar jumlah investor di Indonesia.