Jakarta, FORTUNE - PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) telah menjual aset mesin produksi untuk jenis es krim tertentu ke Unilever Thai Holdings Limited (Unilever Thailand). Nilai transaksinya 3,27 juta euro (sekitar Rp57,56 miliar).
Dalam prospektus, Manajemen UNVR menjelaskan, setelah menyelesaikan tinjauan strategis, aset mesin itu akan memberi manfaat lebih baik bagi perseroan jika dijual kepada Unilever Thailand. Sebab, dengan melepasnya, perseroan akan fokus memproduksi produk-produk inti dari lini usaha es krim.
"Dengan mentransfer aset dan mengosongkan ruang, perseroan dapat mengatur ulang tata letak untuk menyederhanakan alur kerja, mengurangi kemacetan, dan meningkatkan aksesibilitas secara keseluruhan untuk memenuhi permintaan yang tersedia," tulis UNVR, dikutip dari keterbukaan informasi, Kamis (13/6).
Perjanjian jual-beli itu dilaksanakan pada 10 Juni 2024. Kemudian, perseroan mengumumkannya lewat keterbukaan informasi dua hari setelahnya. Saat pengumuman, aset yang awalnya berada di Cikarang, sudah dipindahkan ke Thailand.
Rencana spin-off bisnis es krim Unilever Indonesia
Sebelumnya, Unilever Plc pada Maret 2024 telah mengumumkan pemisahan (Spin-Off) bisnis es krimnya, di tengah tekanan untuk merestruktusisasi bisnis. Proses pemisahan unit bisnis itu diharapkan selesai pada akhir 2025.
"Sebagai bisnis yang berdiri sendiri dan lebih fokus, tim manajemen es krim akan memiliki fleksibilitas operasional dan finansial untuk mengembangkan bisnisnya," kata Unilever dalam keterangan resminya, dikutip dari situs web perusahaan.
Adapun, bisnis es krim Unilever menaungi 5 dari 10 merek es krim global terlaris, yang menghasilkan total omzet 7,9 miliar euro pada 2023.
Pada April 2024, Unilever Indonesia mengaku tak menutup peluang untuk mengikuti langkah Unilever global itu. "Sebagaimana yang dikatakan dalam pengumuman global, tujuannya untuk memisahkan bisnis es krim menjadi entitas terpisah, dan kami berniat melakukan hal yang sama di Indonesia," kata Direktur Keuangan Unilever Indonesia, Viviek Agrasal (24/4).
Kendati demikian, menurutnya, rencana itu belum akan dilaksanakan dalam jangka pendek.
Harapannya, pemisahan unit bisnis es krim akan berdampak baik bagi perseroan. Sebab, bisnis es krim memiliki karaktersistik unik, baik dari produksi, penyimanan, hingga distribusinya.
Research Analyst at CLSA, Jennifer Widjaja menyebut, karena sifat alamiah es krim yang mudah mencair, sulit untuk mendistribusikannya. Itu juga membutuhkan biaya yang cukup mahal. Maka dari itu, dari segi penetrasi di Indonesia, es krim masih kalah dari produk lain seperti susu UHT.
"Dari segi margin pun, sejauh yang saya tahu, [bisnis es krim] lebih rendah dibandingkan dengan kategori lain, karena biaya yang harus dikeluarkan untuk mesin penyimpanan [chiller]," jelasnya saat ditemui di Jakarta, dikutip Kamis (13/6).
Ditambah lagi, kini ada berbagai merek es krim dengan harga lebih murah, seperti yang berasal dari Cina. Dus, lanskap industri es krim di Indonesia menjadi semakin kompetitif.
"Untuk perusahaan multinasional lama, seperti Unilever, mereka tidak begitu memiliki kelincahan yang dimiliki perusahaan lokal," imbuh Jennifer.
Tantangan Unilever Indonesia
Pada 2024, UNVR menargetkan fokus pada pertumbuhan volume, dengan kelanjutan intervensi harga dan promosi. Analis BRI Danareksa Sekuritas, Natalia Sutanto menilai, hal itu berpotensi menghasilkan underlying price growth (UPG) negatif, dengan asumsi harga bahan baku yang stabil.
Di kuartal II 2024 hingga kuartal-kuartal berikutnya, beban royalti juga akan kembali ke tingkat normal (7,5–7,8 persen) karena efisiensi royalti pada kuartal I datang dari pemulihan biaya layanan yang sudah dibayarkan pada 2023.
"Kami yakin UNVR membutuhkan waktu untuk memulihkan pangsa pasar ke periode sebelum boikot," kata Natalia dalam riset. "Melemahnya nilai tukar rupiah, masalah geopolitik, dan lemahnya pemulihan daya beli akan menambah hambatan besar bagi pemulihan di kuartal II dan seterusnya."
BRI Danareksa Sekuritas memproyeksikan pendapatan UNVR mencapai Rp37,18 triliun pada 2024, menurun dari Rp38,61 triliun pada 2023. Dengan proyeksi laba bersih Rp4,54 triliun, turun dari Rp4,80 triliun pada 2023. Sementara itu, target harganya adalah Rp2.300 per saham.