BEI dan KEHATI Luncurkan Dua Indeks Saham Terbaru Berbasis ESG
ESG Sector Leaders IDX KEHATI dan ESG Quality 45 IDX KEHATI.
Jakarta, FORTUNE – Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerjasama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati), meluncurkan dua indeks terbaru bernama ESG Sector Leaders IDX KEHATI dan ESG Quality 45 IDX KEHATI. Kedua indeks ini diharapkan bisa mendorong perusahaan tercatat meningkatkan praktik keuangan berkelanjutan dengan berlandasakan aspek ESG (Environment, Social, and Governance/Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola).
Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi, menyampaikan bahwa saat ini, investor lokal mulai tertarik pada produk investasi berbasis ESG. Oleh karena itu, BEI menghadirkan sebuah pendekatan baru untuk menilai saham-saham dengan praktik ESG terbaik.
“Peluncuran dua indeks ESG baru ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan investor global maupun investor domestik akan investasi saham di pasar modal Indonesia, yang mengintegrasikan aspek ESG,” ujar Hasan Fawzi pada acara peluncuran kedua indeks saham ini secara daring, Senin (20/12).
Indeks ESG Sector Leaders IDX KEHATI berisi saham-saham dengan hasil penilaian kinerja ESG di atas rata-rata sektor, serta punya likuiditas baik dengan klasifikasi industri yang mengacu pada IDX Industrial Classification (IDX-IC). Sedangkan, Indeks ESG Quality 45 IDX KEHATI berisi 45 saham terbaik dari hasil penilaian kinerja ESG dan kinerja keuangan perusahaan, serta punya likuiditas yang baik.
Indeks ESG Terdahulu
Sebelum kedua indeks baru tersebut diluncurkan, BEI sudah memiliki dua indeks berbasis ESG, yakni indeks SRI-KEHATI dan IDX ESG Leaders. Indeks IDX ESG Leaders menggunakan pendekatan risiko ESG untuk memilih 30 saham yang memiliki risiko rendah terhadap aspek-aspek ESG.
Sementara, indeks ESG Sector Leaders IDX KEHATI memilih saham di dalamnya berdasarkan diversifikasi sektoral dalam investasi berbasis ESG. Adapun ESG Quality 45 IDX KEHATI menggunakan kombinasi faktor ESG dan faktor kualitas keuangan dalam memilih kontituennya.
Semua indeks yang bekerja sama dengan yayasan KEHATI, selalu mengawali pemilihan konstituen dengan menentukan saham-saham yang eligible untuk masuk ke dalam indeks dengan mempertimbangkan kinerja keuangan dan likuiditas saham.
Saham-saham yang dipilih tersebut harus memenuhi ketentuan, seperti bukan perusahaan yang bergerak di bidang tembakau, persenjataan, pornografi, alcohol, pertambangan batu bara, nuklir, unsur pejudian, pestisida, dan rekayasa genetika.
Upaya pencegahan investasi asing keluar
Hasan mengatakan, pada Oktober 2021, total dana kelolaan reksa dana yang mengacu pada indeks bertema ESG telah mencapai Rp3,4 triliun. Angka ini naik 80 kali lipat dari total dana kelolaan pada 2016 yang mencapai Rp42,2 miliar.
Di tingkat global, animo ini terlihat dari dana kelolaan investasi 3.826 investor institusi global yang tergabung dalam United Nations of Principle of Responsible Investment (UNPRI) yakni mencapai US$121,3 triliun pada 2021. Angka ini juga meningkat 96 persen dari tahun 2016 yang mencatat dana kelolaan hanya sebesar US$62 triliun.
“Sadar atau tidak, sebenarnya investor asing ini sudah jauh lebih selektif dalam menempatkan investasinya di pasar modal kita. Ada sebagian, yang bahkan memilih menarik investasinya saat mereka meyakini saham atau produknya tidak ramah ESG,” kata Hasan saat berbincang dengan Fortune Indonesia pada Kamis (16/12).
Untuk menjawab situasi ini dan untuk mencegah investasi asing keluar dari pasar modal Indonesia karena kurangnya tawaran produk alternatif ESG, maka BEI pun segera melakukan pengembangan produk dengan tingkat ESG yang baik.
Prospek pasar modal di tahun depan
Terkait dengan prospek pasar modal Indonesia di tahun depan, Hasan optimistis akan terus membaik. Meski pandemi belum juga usai, namun pasar modal Indonesia dinilai semakin membaik, bahkan melampaui angka sebelum pandemi.
“Kita ini menjadi bursa yang punya sejarah yang berulang. Setiap kali ada krisis sesaat, recovery-nya relatif cepat. Kita bisa lihat di tahun 1997, tidak lebih dari setahun, indeks yang mengalami kejatuhan, justru naik melampaui sebelum krisis. Hal itu berulang di tahun 2008, kemudian 2013, dan alhamdulilah ternyata tidak berbeda di masa pandemi,” ucap Hasan kepada Fortune Indonesia.
Menurutnya, pasar modal Indonesia dari sisi demografi akan semakin membaik, begitu juga demand investor, aktivitas, dan saham yang semakin banyak. Termasuk perusahaan-perusahaan yang memutuskan untuk melakukan Initial Public Offering (IPO). Ia berharap semakin banyak yang berminat dengan kualitas yang semakin baik.