INDEF Ramal Ekonomi RI Stagnan 5% di 2025, Ini Penyebabnya
Ekonomi RI sulit mencapai pertumbuhan 8%.
Fortune Recap
- Ekonomi Indonesia diprediksi stagnan di level 5 persen hingga tahun 2025 menurut INDEF
- Absennya kebijakan pemerintah akan melepaskan jebakan deindustrialisasi dini menjadi penyebabnya
- PMI sektor tersebar di dalam kue ekonomi terus menurun dan jatuh di bawah 50 persen, kata Ekonom Senior INDEF Didik J. Rachbini
Jakarta, FORTUNE - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) meramal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia akan stagnan di level 5 persen pada tahun 2025.
Ekonom Senior INDEF, Didik J. Rachbini menyatakan bahwa ekonomi yang stagnan ini disebabkan oleh absennya kebijakan Pemerintah yang akan melepaskan jebakan deindustrialisasi dini.
“Alasannya selama ini tidak ada strategi kebijakan yang berhasil melepaskan sektor industri dari jebakan deindustrialisasi dini. PMI sektor tersebar di dalam kue ekonomi ini terus menurun dan jatuh di bawah 50 persen,” kata Didik melalui keterangan tertulis yang dikutip di Jakarta, Jumat (27/12).
Ekonomi RI sulit mencapai pertumbuhan 8%
Pria yang sekaligus Rektor Universitas Paramadina ini juga menilai bahwa ekonomi RI sulit mencapai pertumbuhan 8 persen yang telah dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Didik menjelaskan, sektor industri selama beberapa tahun terakhir hanya tumbuh sekitar 3-4 persen. Hal ini menunjukkan kinerja yang jauh dari memadai untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.
“Jika industri tumbuh rendah seperti ini, maka lupakan target yang tinggi tersebut. Selama pemerintahan Jokowi sektor ini diabaikan sehingga target pertumbuhan 7 persen sangat meleset,” jelasnya.
Ia menjabarkan, sejumlah strategi industri yang terbukti sukses di negara-negara maju ialah berbasis pada sumber daya alam (resource-based industry), industri berorientasi ekspor (export-led industry) atau industri berorientasi ke luar (outward-looking industri). Strategi industri ini pernah dijalankan pemerintah Indonesia pada era 1980-an hingga awal 1990-an, yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi 7 hingga 8 persen.
Utang masih bebani fiskal Indonesia
Di luar permasalahan sektoral, menurutnya Indonesia masih memiliki masalah fiskal terkait beban Utang dari tahun ke ketahun yang semakin membekak. Didik menjabarkan, dari tahun 2010 sampai dengan 2024 rasio utang Indonesia terhadap PDB terus naik dari 26 persen menjadi 38,55 persen.
“Total utang pemerintah sebesar Rp8.473,90 triliun per September 2024. Ini merupakan praktek kebijakan dan ekonomi politik utang yang tidak sehat, mengikuti hukum politik dimana rezim memaksimumkan budget tanpa kendali,” kata Didik.
Dirinya menambahkan, tanpa kontrol dan check and balances yang sehat, politik anggaran hanya menjadi refleksi dari politik yang tidak sehat dan demokrasi yang tidak baik dalam sepuluh tahun ke belakang.