Bos OJK: Volatilitas Pasar Modal Tahun 2024 Luar Biasa
Sepanjang 2024, pasar modal mencatatkan 199 IPO.
Fortune Recap
- Pasar modal Indonesia mengalami volatilitas luar biasa pada 2024, dengan IHSG turun 2.6% namun kapitalisasi pasar tumbuh 6% menjadi Rp12.3 ribu triliun.
- Pada 2024, terdapat 199 penawaran umum dengan total nilai penghimpunan dana sebesar Rp259,24 triliun, serta volume transaksi bursa karbon mencapai 908 ribu ton CO₂ ekuivalen.
- Jumlah investor ritel meningkat signifikan menjadi 14.8 juta, namun kontribusi kapitalisasi pasar modal terhadap PDB masih jauh di bawah negara tetangga.
Jakarta, FORTUNE - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menilai Pasar Modal Indonesia pada tahun 2024 mengalami volatilitas luar biasa. Hal ini tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang sepanjang tahun menunjukkan fluktuasi signifikan di tengah tantangan perekonomian global.
"IHSG tahun 2024 pada 30 Desember ditutup di level 7.079,91, turun 2,6 persen dibanding tahun lalu. Namun, posisi ini masih jauh di atas level terendah 6.726,92 yang terjadi pada 19 Juni 2024. Rentang sebesar 1.200 poin antara level tertinggi dan terendah mencerminkan volatilitas luar biasa di pasar modal," kata Mahendra dalam pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia 2025 di Gedung BEI, Kamis (2/1).
Meski IHSG menunjukkan penurunan, nilai kapitalisasi pasar tetap tumbuh sebesar 6 persen, mencapai Rp12,3 ribu triliun. Angka ini setara dengan 56 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Sepanjang 2024, pasar modal mencatatkan 199 penawaran umum dengan total nilai penghimpunan dana sebesar Rp259,24 triliun. Dari jumlah tersebut, terdapat 43 emiten baru dengan nilai Initial Public Offering (IPO) sebesar Rp16,68 triliun, sementara Penawaran Umum Terbatas (PUPS) mencatat nilai Rp41,77 triliun.
Pada Bursa Karbon, hingga 27 Desember 2024, volume transaksi mencapai 908 ribu ton CO₂ ekuivalen, dengan total nilai transaksi akumulasi sebesar Rp50,64 miliar.
Peningkatan investor ritel
OJK juga mencatat, jumlah investor ritel juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. Single Investor Identification (SID) mencapai 14,8 juta, meningkat 22,21 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Meski begitu, Mahendra menyoroti beberapa tantangan yang masih perlu diatasi.
"Indeks LQ45, yang berisi saham-saham perusahaan terbesar dan paling likuid, justru melemah 15,6 persen. Hal ini menunjukkan masih ada ruang perbaikan dalam ekosistem pasar modal kita," katanya.
Tantangan dan potensi pasar modal indonesia
Mahendra membandingkan kontribusi kapitalisasi pasar modal terhadap PDB Indonesia dengan negara-negara tetangga. Saat ini, kontribusi tersebut baru mencapai 56 persen, jauh di bawah India (140 persen), Thailand (101 persen), dan Malaysia (97 persen).
"Untuk merealisasikan potensi pertumbuhan pasar modal yang masih sangat besar, diperlukan penguatan ekosistem yang mendukung integritas pasar. Hal ini penting agar tercipta pasar modal yang well-functioning dan efisien," kata Mahendra.
Dengan berbagai potensi yang ada, OJK bersama seluruh pemangku kepentingan berkomitmen untuk memperkuat pasar modal pada 2025. Berbagai program strategis pemerintah akan diimplementasikan, dengan fokus pada peningkatan pendalaman pasar.
"Kami akan meningkatkan kuantitas dan kualitas perusahaan tercatat, termasuk mendorong perusahaan dengan kapasitas lebih besar untuk melantai di bursa, serta meningkatkan porsi saham free float," tutur Mahendra.