Harga Batu Bara Turun, Laba ADMR Ikut Tertekan Hingga 11,87 Persen
ADMR mencatatkan pertumbuhan pendapatan usaha 8,12 persen.
Jakarta, FORTUNE – PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$250,5 juta atau sekitar Rp3,9 triliun pada Januari-September 2023. Laba bersih itu turun 11,87 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang mencapai US$284,2 juta atau setara Rp4,5 triliun.
Penyebabnya adalah penurunan harga jual rata-rata (ASP) batu bara mencapai 21 persen, padahal volume penjualan telah ditingkatkan menjadi 38 persen menjadi 3,01 juta ton.
“Di tengah tantangan lingkungan eksternal, kinerja ini mencerminkan kemampuan perusahaan untuk mencatat pertumbuhan produksi yang menunjang profitabilitas. Permintaan terhadap produk batu bara kokas keras premium tetap tinggi, sehingga kami pun tetap yakin akan dukungan struktural terhadap bisnis perusahaan,” kata Presiden Direktur ADMR, Christian Ariano Rachmat, dalam pernyatannya yang dikutip Selasa (31/10).
Kendati laba turun, ADMR mencatatkan pertumbuhan pendapatan usaha 8,12 persen dari US$666,48 juta menjadi US$720,63 juta.
Christian mengatakan bahwa produk batu bara metalurgi ADMR yang berkualitas tinggi dijual ke berbagai produsen baja di Jepang, Cina, India, Indonesia, dan Korea Selatan.
Pada periode sembilan bulan 2023 ini, perusahaan juga mencatatkan pertumbuhan produksi hingga 55 persen menjadi 3,98 juta ton menyusul ketersediaan alat berat dan kinerja kontraktor yang baik.
ADMR mencatat volume pengupasan lapisan penutup sebesar 13,81 juta bank cubic meter (bcm), atau naik 128 persen dari periode sembilan bulan pertama pada 2022, sehingga nisbah kupas 9M23 mencapai 3,47 kali.
Beban-beban ikutan naik
Pada triwulan III-2023, terjadi kenaikan beban pokok pendapatan dan beban usaha seiring dengan peningkatan produktivitas perusahaan.
Beban pokok pendapatan meningkat terutama menyusul kenaikan volume produksi. Royalti kepada pemerintah naik 2 persen menjadi US$121,2 juta, biaya penambangan naik 95 persen menjadi US$83,4 juta, biaya pengolahan batu bara naik 51 persen menjadi US$50,2 juta, dan biaya pengiriman dan penanganan naik 38 persen menjadi US$82,1 juta.
Sedangkan, beban usaha ADMR naik 83 persen menjadi U$48,4 juta karena kenaikan signifikan pada penyisihan untuk biaya pemerintah.
Selain itu, biaya penjualan dan pemasaran pada periode ini juga naik 55 persen menjadi US$8,2 juta seiring dengan kenaikan volume penjualan. Biaya karyawan pun naik 86 persen menjadi US$5,7 juta karena adanya peningkatan jumlah karyawan untuk menunjang ekspansi.
Smelter alumunium akan siap pada 2025
ADMR telah mengeluarkan US$95,7 juta belanja modal selama sembilan bulan pertama 2023 seiring dengan telah dimulainya konstruksi smelter aluminium serta proyek-proyek infrastruktur di Maruwai yang terus berlanjut.
PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI), anak usaha Adaro Minerals, juga telah memilih seluruh kontraktor utama untuk konstruksi dan instalasi smelter. KAI telah merampungkan pembukaan lahan untuk mess permanen, pemecah gelombang untuk jeti (coastal jetty breakwater), maupun konstruksi fasilitas pendukung, pekerjaan tanah (earthworks), dan konstruksi jeti sementara, serta terus melaksanakan konstruksi fasilitas infrastruktur lainnya.
“Konstruksi smelter aluminium dan fasilitas pendukungnya terus menunjukkan kemajuan yang baik. Proyek ini diharapkan akan rampung pada Q3-2025, yang merupakan peristiwa penting dalam upaya kami untuk mendukung inisiatif hilirisasi Indonesia di kawasan industri hijau di Kaltara (Kalimantan Utara),” kata Christian.