Kurs Rupiah Dekati Rp16.000 Imbas Ketegangan Tensi Geopolitik
Ada kekhawatiran pasar terhadap eskalasi tensi geopolitik.
Fortune Recap
- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah di level Rp15.920 hingga Rp16.000 pada penutupan perdagangan hari ini.
- Rupiah naik 3 poin menjadi Rp15.928 per dolar AS, namun diprediksi akan mengalami penurunan akibat ketegangan geopolitik dan data pengangguran AS yang lebih baik dari perkiraan.
- Bank Indonesia (BI) mempertimbangkan ruang penurunan suku bunga ke depan, meski akan terbatas, untuk memastikan terkendalinya inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi akan melemah di level Rp15.920 hingga Rp16.000 pada penutupan perdagangan hari ini, Jumat (22/11).
Sedangkan pada awal perdagangan Jumat, rupiah naik 3 poin atau 0,02 persen menjadi Rp15.928 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.931 per dolar AS.
Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan mengalami penurunan pada perdagangan hari ini akibat kekhawatiran pasar terhadap eskalasi ketegangan geopolitik antara Ukraina dan Rusia.
Selain itu, dilansir dari Antara, data pengangguran AS lebih baik dari perkiraan, yaitu 213 ribu dibandingkan dengan estimasi 220 ribu, juga turut memperkuat posisi dolar AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menuturkan, sentimen pelemahan rupiah berasal dari komentar terbaru dari pejabat Fed, termasuk Ketua Jerome Powell, yang menunjukkan bahwa bank sentral AS bersikap lambat dan terukur dalam jalur penurunan suku bunganya.
Di sisi lain, investor sedang menunggu Trump untuk menunjuk seorang Menteri Keuangan AS, salah satu jabatan kabinet dengan profil tertinggi yang mengawasi kebijakan keuangan dan ekonomi negara. Beberapa pilihan Trump lainnya telah menimbulkan pertanyaan tentang kualifikasi dan pengalaman mereka.
Dari sisi domestik, melihat perkembangan dinamika global yang bergerak cepat, saat ini fokus Bank Indonesia (BI) diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik hingga perekonomian global, dengan perkembangan politik AS paska kemenangan Donald Trump sebagai presiden.
Sehingga, arah kebijakan suku bunga BI ke depan akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi di dalam negeri serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang dalam mencermati ruang penurunan suku bunga lebih lanjut.
“BI mengungkapkan masih akan ada ruang penurunan suku bunga ke depan, meski akan terbatas. Penurunan suku bunga BI akan mempertimbangkan rendahnya inflasi, serta pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Ibrahim dalam keterangan resmi, Jumat (22/11).
Sebelumnya, BI memutuskan untuk menahan suku bunga atau BI Rate sebesar 6 persen, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility 6,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) November 2024.
Keputusan menahan BI Rate ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan terkendalinya inflasi pada 2024 dan 2025 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabilitas nilai tukar rupiah karena meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.