Pasar Saham Asia Stabil, Sementara Dolar AS Melemah
Saham Asia stabil, dolar AS melemah di tengah spekulasi tari
Fortune Recap
- Perdagangan saham Asia stabil meskipun spekulasi tarif AS
- Dolar AS melemah akibat perkiraan pelonggaran kebijakan moneter The Fed
- Respons China tenang terhadap tarif tambahan AS, stabilkan sentimen pasar
Jakarta, FORTUNE - Perdagangan saham di kawasan Asia pada hari Rabu (5/1) terpantau stabil meskipun ada berbagai spekulasi terkait tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS). Stabilitas ini menjadi sinyal bahwa kekhawatiran tentang dampak kebijakan Presiden Donald Trump terhadap ekonomi global belum sepenuhnya terbukti.
Di sisi lain, pasar saham berjangka di Wall Street mengalami tekanan, dipicu oleh penurunan signifikan saham Alphabet setelah laporan laba yang tidak memenuhi ekspektasi. Para investor masih bimbang dalam merespons pernyataan Trump mengenai keinginan AS untuk mengambil alih Jalur Gaza, yang saat ini sedang dilanda konflik. Trump berdalih, pengambilalihan itu dilakukan untuk mengembangkan wilayah tersebut secara ekonomi.
Dolar As mengalami pelemahan setelah sebelumnya sempat menguat, karena investor mulai memperkirakan adanya kemungkinan pelonggaran kebijakan moneter oleh Federal Reserve (The Fed) tahun ini. Hal ini juga mendorong reli pada obligasi Treasury.
Sentimen pasar mendapat dukungan dari respons China yang terbilang tenang terhadap keputusan Trump yang memberlakukan tarif tambahan sebesar 10 persen atas barang impor dari AS senilai US$14 miliar.
"Langkah-langkah tersebut cukup sederhana, setidaknya relatif terhadap langkah-langkah AS, dan jelas telah dikalibrasi untuk mencoba mengirim pesan ke AS tanpa menimbulkan terlalu banyak kerusakan," ujar Julian Evans-Pritchard, Kepala Ekonomi China di Capital Economics, seperti dikutip dari Reuters.
"Risikonya adalah pembalasan Tiongkok terbukti terlalu sederhana untuk memberikan tekanan nyata pada AS untuk membalikkan tarif, tetapi cukup menantang untuk memicu eskalasi lebih lanjut," katanya.
Cina juga memberikan sinyal positif dengan menetapkan nilai tukar tetap untuk yuan, yang meredakan kekhawatiran bahwa mata uang tersebut mungkin akan terdepresiasi guna mengimbangi dampak tarif terhadap ekspornya. Kebijakan ini mendorong kenaikan saham unggulan China sebesar 0,7 persen.
Meski terdapat banyak ketidakpastian, termasuk ancaman Trump untuk memberlakukan tarif terhadap Eropa, pasar merasa lega karena situasi tidak memburuk lebih jauh.
Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang mencatat kenaikan sebesar 0,8 persen, sementara indeks Nikkei di Jepang naik tipis 0,3 persen. Di Korea Selatan, indeks utama melonjak 1,2 persen.
Sementara itu, kontrak berjangka EUROSTOXX 50, FTSE, dan DAX masing-masing mengalami penurunan sekitar 0,1 persen di tengah ketidakpastian terkait kebijakan perdagangan AS.
Setelah mengalami kenaikan pada hari Selasa, kontrak berjangka Wall Street menghadapi aksi jual tajam. Hal ini dipicu oleh laporan laba Alphabet yang mengecewakan, menyebabkan saham perusahaan tersebut anjlok 7,7 persen dan menghapus kapitalisasi pasar sebesar US$195 miliar.
Kontrak berjangka S&P 500 turun 0,2 persen, sedangkan kontrak berjangka Nasdaq mengalami penurunan sebesar 0,3 persen sebagai respons terhadap laporan tersebut. Beberapa laporan laba yang dinanti hari ini mencakup perusahaan seperti Uber, Ford, Qualcomm, dan Walt Disney.
Penundaan penerapan tarif terhadap Kanada dan Meksiko memberikan sedikit kelonggaran bagi pasar, mengurangi kekhawatiran bahwa The Fed mungkin tidak memiliki ruang gerak untuk memangkas suku bunga lebih lanjut. Hal ini turut mendorong kenaikan dalam perdagangan dana berjangka.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor dua tahun kembali turun ke level 4,226 persen, setelah sebelumnya mencapai puncaknya di 4,282 persen pada Senin (3/2).
Penurunan imbal hasil ini berbarengan dengan melemahnya dolar AS dari posisi puncaknya. Indeks dolar turun ke level 108,060 dari puncaknya di 109,880 yang tercapai pada hari Senin.
Mata uang euro menguat di level US$1,0384, sebuah kenaikan signifikan dari posisi terendah dua tahunnya di US$1,0125 yang tercatat di awal minggu. Dolar AS juga melemah terhadap dolar Kanada, turun ke 1,4327 dari puncak 22 tahunnya di 1,4792 dan terhadap yen Jepang, dolar merosot 0,5 persen hingga mencapai level terendah tujuh minggu di 153,49, menembus level support di 153,72.
Harga komoditas
Di pasar komoditas, harga emas mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa di US$2.848 per ons, didorong oleh melemahnya dolar dan penurunan imbal hasil obligasi.
Harga minyak sempat tertekan oleh kabar tentang tarif Cina terhadap impor minyak dari AS, namun berhasil pulih setelah muncul laporan bahwa Trump telah menghidupkan kembali kampanye "tekanan maksimum" terhadap Iran. Langkah ini bertujuan untuk menekan ekspor minyak Iran hingga nol.
Harga minyak Brent naik sebesar 5 sen menjadi US$72,5 per barel, sementara harga minyak mentah AS naik 17 sen menjadi US$72,87 per barel.
Secara keseluruhan, pasar menunjukkan respons yang beragam terhadap berbagai perkembangan kebijakan dan laporan keuangan.
Stabilitas di pasar Asia dan pelemahan dolar AS mencerminkan dinamika yang kompleks, di mana faktor geopolitik, kebijakan moneter, dan laporan laba perusahaan memainkan peran penting dalam menentukan arah pergerakan pasar.