Fortune Recap
- IHSG diprediksi melemah setelah terkoreksi 0,86 persen di akhir perdagangan Selasa (14/1).
- Level support IHSG berada di 6.931, 6.875, dan 6.843, sementara level resistennya di 7.074, 7.129, dan 7.231.
- Mayoritas saham-saham bluechip, khususnya bank-bank berkapitalisasi besar sudah memasuki oversold area.
Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (Ihsg) diprediksi melemah pada Rabu (15/1), setelah terkoreksi 0,86 persen di akhir perdagangan Selasa (14/1).
Analis Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova mengatakan IHSG dapat membentuk pola double bottom apabila masih berada di atas support fraktal 6.931. "Sementara itu, apabila IHSG menembus di bawah 6.931, maka ada kemungkinan terjadinya skenario alternatif dengan target wave [y] dari 2 di level 6.875," kata Ivan dalam riset hariannya.
Adapun, level support IHSG berada di 6.931, 6.875, dan 6.843. Sementara level resistennya di 7.074, 7.129, dan 7.231. Indikator MACD menunjukkan adanya momentum bearish.
Ivan memproyeksikan IHSG hari ini bergerak di antara 6.895 dan 6.975. Daftar saham pilihannya adalah ASII, BMRI, CPIN, INDF, dan INKP.
Di sisi lain, Phintraco Sekuritas memperkirakan IHSG hari ini melaju di antara level support 6.950, pivot 7.000, dan resisten 7.050. Saham-saham yang mereka soroti hari ini, mencakup: EMTK, UNTR, ADRO, MIDI, MBMA, dan SRTG.
Head of Research Phintraco Sekuritas, Valdy K meminta investor mewaspadai level support terdekat di 6.950, setelah IHSG breaklow level psikologis 7.000 di Selasa (14/1). "Secara teknikal, IHSG mulai memasuki oversold area bersamaan dengan pelemahan Selasa (14/1). Oleh sebab itu, IHSG berpeluang bottoming pada kisaran 6.900 dan 6.950," kata Valdy dalam risetnya.
Mayoritas saham-saham bluechip, khususnya bank-bank berkapitalisasi besar sudah memasuki oversold area. Terkait sektor ini, pasar akan mencermati pengumuman RDG BI pada Rabu (15/1) sore.
RDG BI diperkirakan menahan suku bunga acuan di 6 persen, namun pasar menantikan pandangan BI ke depan dalam pengumuman hasil RDG BI tersebut. Pasar juga mengantisipasi realisasi pertumbuhan kredit dari Sektor Perbankan Indonesia (SPI) di Desember 2024.
"Menariknya, SPI konsisten catatkan pertumbuhan kredit double digit sepanjang Januari sampai dengan November 2024, meskipun suku bunga acuan tinggi dan dibayangi risiko ketidakpastian," ujar Valdy.
Terdapat peluang bahwa penurunan harga saham bank-bank berkapitaliasi besar tersebut sudah merefleksikan sejumlah isu yang dikhawatirkan berdampak negatif ke kinerja bank di antaranya kebijakan hapus tagih dalam PP No. 47 tahun 2024 dan wacana kewajiban bank dan lembaga non-keuangan untuk mendanai proyek hilirisasi.