Buntut Kebangkrutan, Sritex Wajib Buyback Saham
Sritex telah mendaftarkan kasasi kepailitan per 25 Okt.
Fortune Recap
- Karyawan Sritex terdampak langsung oleh kebangkrutan perusahaan, mencapai puluhan ribu orang.
- 50.000 karyawan dalam Grup Sritex dan usaha kecil menengah lain juga terkena dampak bisnis perseroan.
- BEI sudah melakukan suspensi perdagangan atas efek SRIL di seluruh pasar sejak 18 Mei 2021 dan telah memberi notasi khusus pada saham SRIL.
Jakarta, FORTUNE - Selepas PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit, bagaimana nasib karyawan dan para pemegang Saham?
Sebagai raksasa tekstil di Asia Tenggara, karyawan Sritex mencapai puluhan ribu orang. Setidaknya, 14.112 karyawan SRIL terdampak langsung oleh kebangkrutan perusahaan.
Selain itu, hal tersebut juga dirasakan oleh 50.000 karyawan dalam Grup Sritex. Begitu pula dengan para usaha kecil dan menengah lain yang usahanya bergantung pada kegiatan bisnis perseroan.
Sementara itu, berdasarkan Laporan Bulanan Registrasi Pemegang Efek per 30 September 2024, masih ada 8,15 miliar saham atau 39,89 persen saham SRIL yang dipegang oleh masyarakat.
Dalam keterangan resmi, Divisi Komunikasi Korporat Sritex mengumumkan telah mendaftarkan kasasi untuk menyelesaikan persoalan terkait kebangkrutannya pada Jumat (25/10), setelah konsolidasi internal dan para pemangku kepentingan.
"Upaya ini merupakan bentuk tanggung jawab kami kepada para kreditur, pelanggan, karyawan, dan pemasok yang telah bersama-sama mendukung usaha kami selama lebih dari setengah abad," demikian pernyataan Sritex.
Sritex penuhi kriteria forced delisting dan wajib buyback
Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, bursa sudah melakukan suspensi perdagangan atas efek SRIL di seluruh pasar sejak 18 Mei 2021 sampai sekarang. Itu akibat penundaan pembayaran pokok dan bunga MTN Sritex tahap III tahun 2018 yang keenam.
"Dengan demikian SRIL telah memenuhi kriteria untuk dilakukan delisting karena supensi atas efek SRIL telah mencapai 42 bulan," kata Nyoman kepada pers, dikutip Jumat.
Terkait status pailit, BEI pun telah mengingatkan kepada Manajemen SRIL untuk menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik mengenai tindaklanjut dan rencana perseroan, termasuk upaya untuk mempertahankan going concern-nya.
Adapun, berdasarkan POJK 3/2021 dan SE OJK No. 13/SEOJK.04/2023, jika delisting emiten dilakukan karena kondisi yang berpengaruh pada kelangsungan usaha, maka perseroan wajib mengubah status menjadi perusahaan tertutup. Emiten itu juga wajib melakukan buyback atas saham publik dengan ketentuan dan harga sebagaimana diatur dalam ketentuan tersebut.
Sebelum ini, BEI juga telah memberi notasi khusus pada saham SRIL dan menempatkannya ke Papan Pemantauan Khusus, sesuai Peraturan Bursa I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus. Bursa pun telah melakukan pengumuman potensi delisting setiap 6 bulan, yakni pada November 2021, Mei 2022, Mei 2023, November 2023, dan Juni 2024.