Mandiri Sekuritas Revisi Target IHSG 2023 Jadi 7.180, Kenapa?
Sebelumnya, Mandiri Sekuritas targetkan IHSG di level 7.510.
Jakarta, FORTUNE - PT Mandiri Sekuritas merevisi target proyeksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi 7.180 hingga akhir 2023, dari 7.510 pada pertengahan tahun ini.
Head of Equity Research Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer mengatakan faktor utama di balik pemangkasan target perkiraan tersebut adalah penyelarasan kembali (realign) pada perkiraan pertumbuhan pendapatan. “Tapi lebih ke arah valuasi karena kami menaikkan risk premium ke 5 persen,” kata Adrian dalam Mandiri Media Gathering secara virtual, Selasa (22/8).
Adapun, target baru itu disertai dengan proyeksi rasio price to earning (P/E) 13,6 kali. Adrian memandang pemulihan pertumbuhan pendapatan berpotensi terjadi di kuartal empat 2023, lebih-lebih pada kuartal pertama 2024.
“Saat ekspektasi pertumbuhan 12 bulan ke depan membaik, saya lihat harusnya IHSG bisa outperform lagi,” ujarnya lagi.
Sebelumnya, pada paruh pertama 2023, Mandiri Sekuritas menilai IHSG bergerak tak stabil (volatile) daripada periode serupa pada 2022. Salah satunya, karena pemulihan pertumbuhan di pasar negara berkembang tak sesuai dengan ekspektasi di awal tahun.
Sektor yang menjadi katalis pertumbuhan IHSG
Di semester kedua ini, Mandiri Sekuritas menilai ada dua sektor utama pendorong pergerakan IHSG, yakni perbankan dan consumer staples. Adrian memproyeksikan sektor perbankan masih akan bertumbuh 16 persen, sedangkan consumer staples 34 persen.
“Dua sektor ini merupakan penopang terbesar. Di luar itu ada beberapa, tapi secara kontribusi kapitalisasi pasar dan bobot indeks tak terlalu besar,” jelasnya lagi.
Selain perbankan dan consumer staples, sektor yang proyeksi pertumbuhannya tinggi lainnya tahun ini, yakni: properti dan industrial estate (73 persen), transportasi (46 persen), kesehatan (25 persen), serta konstruksi dan bahan baku (16 persen).
Pada top picks, Mandiri Sekuritas memilih emiten dari dua sektor tersebut, dipadukan dengan saham perusahaan keuangan non-bank, serta perusahaan telekomunikasi. Lebih lanjut, Adrian juga menyoroti perusahaan-perusahaan dengan yield dividen tinggi serta saham-saham yang sensitif terhadap perubahan suku bunga (rate-sensitive proxies). Pilihan itu berlaku selama enam sampai 12 bulan ke depan.