Apa Itu Asian Values yang Sempat Ramai Dibicarakan di Medsos?

Istilah itu sebenarnya sudah beredar sejak lama.

Apa Itu Asian Values yang Sempat Ramai Dibicarakan di Medsos?
Ilustrasi anak-anak Asia. (Pixabay/Eduardo Davad)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Istilah Asian Values atau secara harfiah berarti "nilai-nilai Asia" menjadi pembicaraan gara-gara potongan video obrolan pada acara siniar Total Politik mengenainya beredar luas di berbagai platform media sosial.

Secara umum, Britannica mendefinisikan Asian values ini sebagai nilai politik yang merupakan alternatif penyeimbang dari nilai-nilai politik dunia Barat yang disebarluaskan secara global.

Asian values berkembang di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara, dan berkenaan dengan nilai disiplin, kerja keras, penghematan, pencapaian akademik, penghormatan terhadap otoritas, serta keseimbangan kebutuhan individu dan masyarakat.

Sementara, nilai-nilai Barat dianggap menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), demokrasi, dan kapitalisme.

Asian values pun hadir untuk menyatakan bahwa nilai-nilai politik Barat tidak cocok untuk sebagian bangsa di Asia karena memupuk individualisme dan legalisme yang berlebihan, yang mengancam akan merusak tatanan sosial dan menghancurkan dinamisme ekonomi.

Menurut buku Perbandingan Hukum Tata Negara: Filsafat, Teori, dan Praktik, oleh Mirza Satria Buana (2023), istilah Asian values yang kemudian mulai merebak pada dekade 1980-an ini dianggap bersumber dari aliran kepercayaan dan keagamaan, seperti Konghucu, Buddha, Islam, Hindu, dan hukum-hukum komunal yang bersifat partikularisme dan kelokalan di Asia.

Untuk memahami Asian values yang muncul di tengah perkembangan ekonomi yang pesat dari HongKong, Singapura, Taiwan, atau Korea Selatan, berikut secuplik mengenai sejarah dan kritik yang mengiringi perkembangannya.

Sekilas sejarah

Klaim mengenai manfaat Asian values mendapat perhatian khusus pada awal 1990-an ketika klaim tersebut diutarakan oleh tokoh politik terkemuka seperti mantan perdana menteri Singapura, Lee Kuan Yew.

Para pendukung Asian values menegaskan bahwa nilai-nilai Asia bertanggung jawab atas pertumbuhan ekonomi yang signifikan di kawasan ini; bahwa pembangunan ekonomi harus diprioritaskan pada masyarakat yang sedang keluar dari kemiskinan; dan, secara umum, hak-hak sipil dan politik harus berada di bawah hak-hak ekonomi dan sosial.

Selain itu, kebutuhan negara harus didahulukan daripada kebutuhan individu, karena negara merupakan perwujudan identitas kolektif dan kepentingan warga negaranya.

Biasanya, para pendukung Asian values adalah pembela kedaulatan negara yang kuat, termasuk hak untuk tidak campur tangan pihak luar.

Hal ini serupa dengan ide yang diungkapkan dalam Deklarasi Bangkok tentang hak asasi manusia pada 1993, yang ditandatangani oleh banyak negara di Asia namun dikritik oleh organisasi-organisasi hak asasi manusia di Asia.

Ciri-ciri

Dalam tulisan berjudul The Politics of ‘Asian Values’ dari Richard Robinson yang merupakan Profesor di Murdoch University, paling tidak ada lima ciri Asian values, yakni:

  1. Titik tumpu kebersamaan bukan pada negara ataupun individu, melainkan pada keluarga masing-masing.
  2. Kepentingan kelompok atau komunitas lebih utama dari perorangan.
  3. Keputusan politik dicapai melalui konsensus dan bukan konfrontasi dalam lembaga perwakilan rakyat.
  4. Harmoni hidup bersama adalah prioritas yang dijaga dan kuat diusahakan oleh negara, sesuai dengan prinsip-prinsip moral.
  5. Pembangunan atau pertumbuhan merupakan hak tiap warga negara, yang hanya bisa dicapai dalam harmoni hidup bersama di bawah pemerintahan yang kuat.

Kritik

Salah satu kritik yang kemudian muncul dari keberadaan Asian values muncul pada momentum krisis keuangan Asia yang terjadi pada 1997-1998. Beberapa kritikus menuding Asian values didasarkan pada stereotipe budaya Asia yang sederhana, dan dalam hal ini mirip dengan Orientalisme yang telah lama menjadi anggapan ilmu dunia Barat mengenai masyarakat Asia dan Arab.

Selain itu, kritik pada Asian values menunjukkan adanya kontradiksi antara antiliberalisme yang dianut oleh para pendukung nilai-nilai ini dan promosi mereka terhadap pembangunan berorientasi pasar, yang telah menantang dan mengganggu tatanan sosial yang telah mapan.

Sedangkan para ahli teori feminisme memandang Asian values sebagai upaya melegitimasi hierarki gender, kelas, etnis, dan ras yang tertanam dalam budaya Asia, dalam model pembangunan Asia, dan dalam hubungan sosial kapitalis yang lebih luas.

Demikianlah sejumlah penjelasan tentang Asian Value dan kaitannya dengan kehidupan sosial dan bernegara yang dijalankan masyarakat. Semoga bermanfaat.

Related Topics

Asian Value

Magazine

SEE MORE>
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024

Most Popular

Apa Itu BRICS: Sejarah dan Perannya Melawan Dominasi G7
Indonesia Mulai Proses Pengajuan Keanggotaan BRICS
Melawan Putusan Pailit, Sritex Ajukan Kasasi
Prabowo Bakal Hapus Utang 6 Juta Petani & Nelayan, Jadi Beban Bank?
RI Bakal Gabung BRICS, CSIS: Tak Perlu Karena Sudah Ada di G20
SIDO Bagi Dividen Interim Rp18/Saham, Ini Jadwalnya