Jakarta, FORTUNE – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengedarkan peringatan dini kepada khalayak luas untuk mewaspadai La Nina pada akhir tahun. Anomali data suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur telah melewati ambang batas La Nina, dan diperkirakan akan terus berkembang menjadi La-Nina dengan intensitas lemah–sedang setidaknya hingga Februari 2022.
"Mohon kepada daerah untuk tidak menyepelekan peringatan dini La Nina ini. Jangan sampai melupakan upaya mitigasi dan fokus pada penanggulangan pasca kejadian. Mitigasi yang komprehensif akan bisa menekan jumlah kerugian dan korban jiwa akibat bencana hidrometeorologi," kata Dwikorita Karnawati, kepala BMKG, seperti dikutip dari laman resmi BMKG (29/10).
Menurutnya, La Nina berpotensi melahirkan bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang, tanah longsor, dan puting beliung. Sejumlah daerah seperti Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Yogyakarta, Banten, dan DKI Jakarta pun berisiko mengalami cuaca ekstrem.
Kabar terbaru, cuaca ekstrem kemungkinan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia hingga 6 November. Penyebabnya adalah potensi pembelokan dan perlambatan angin yang dapat meningkatkan pola konveksi. Selain itu, Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang Rossby serta Kelvin sedang aktif sehingga memperbesar potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala luas.
BMKG imbau seluruh pihak untuk lakukan persiapan
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengimbau banyak pihak bersiap dalam menghadapi cuaca ekstrem dan badai La Nina. Informasi perkembangan cuaca dan peringatan dini dari BMKG hendaknya dipantau. Selain itu, koordinasi dan komunikasi intensif tentang antisipasi bencana mesti diperkuat.
Penghijauan diharapkan terus berjalan, penebangan pohon dilakukan secara terkontrol. Dahan dan ranting pohon yang rapuh harus mulai dibersihkan, dan kapasitas infrastruktur dan sistem tata kelola sumber daya air disiapkan menghadapi peningkatan curah hujan.
“Saat ini diindikasikan terdapat potensi signifikan dinamika atmosfer yang dapat berdampak pada peningkatan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia,” ujar Guswanto dikutip Antara (2/11).
Jakarta dinilai belum siap hadapi cuaca ekstrem
DKI Jakarta sebagai pusat kegiatan politik dan perekonomian dipandang belum siap menghadapi ancaman cuaca ekstrem, seperti yang diperkirakan oleh BMKG. Salah satunya terlihat di bagian manajemen banjir, apalagi jika curah hujan di hulu tinggi dan menyebabkan banjir bandang. Proyek sodetan yang menghubungkan Sungai Ciliwung dan Kanal Banjir Timur (KBT)—diharapkan dapat mengurangi debit air Ciliwung kala menerima air berlebih—belum terealisasi dengan baik.
Melansir Antara (2/11), Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, menyampaikan bahwa proyek normalisasi sungai juga belum dilanjutkan kembali hingga saat ini. Begitu pun dengan sistem drainase atau tali air yang tidak terkoneksi dengan baik hingga ke saluran air besar.
“Saya menyarankan kepada Dinas Sumber Daya Air. Khususnya sodetan, ini juga banyak sekali yang belum tersodet seperti di Kanal Banjir Timur,” ujar Prasetyo Edi.
Ia meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperbanyak sodetan untuk menekan potensi banjir. Menurutnya, banyak sodetan yang sudah lama tidak tereksekusi, seperti di Kampung Pulo, Jakarta Timur.
“Tanah-tanah itu harus disodet, tidak bisa tidak. Kalau tidak langkah lebih berani dan tidak populis, itu harus dilaksanakan,” kata Edi.
Pembangunan Sodetan Kali Ciliwung menuju KBT
Pada Agustus, penyodetan Kali Ciliwung menuju KBT berlanjut. Sodetan sepanjang 550 meter telah selesai dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2015. Kemudian, pembangunan outlet dan dinding penahan Kali Cipinang yang permanen selesai pada periode 2015-2017.
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, mengatakan sodetan akan mengurangi debit banjir Kali Ciliwung dengan mengalirkan air 60m3/detik ke KBT. Hal ini berlaku saat Sungai Ciliwung tidak mampu lagi menampung debit air pada perkiraan banjir 25 tahunan sebesar 508 m3/detik.
“Insya Allah, akan mengurangi risiko banjir pada beberapa kawasan di hilir Sungai Ciliwung, misalnya Kampung Melayu dan Manggarai,” ujar Basuki dalam keterangan tertulis, Kamis (5/8).
Proyek sodetan Kali Ciliwung adalah bagian dari rencana sistem pengendalian banjir Jakarta mulai hulu hingga hilir. Pada bagian hulu, Kementerian PUPR mengerjakan dua bendungan kering di Kabupaten Bogor. Lalu di bagian tengah terdapat normalisasi Kali Ciliwung, termasuk sodetan menuju KBT sepanjang 1,26 km. Terakhir, pada bagian hilir dibangun tanggul pantai yang pengerjaannya dilaksanakan Kementerian PUPR dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.