Bahlil Ungkap ‘Win-Win Solution’ di Skema Investasi Pembangkit EBT

Solusi biaya pembangunan pembangkit EBT yang sangat mahal.

Bahlil Ungkap ‘Win-Win Solution’ di Skema Investasi Pembangkit EBT
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. (dok. ESDM)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE –  Pemerintah bersama PT PLN (Persero) tengah menyusun Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tahun 2025-2035 dengan menargetkan sedikitnya 60 persen merupakan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) dari total pembangkit.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, untuk meningkatkan porsi pembangkit berbasis EBT dalam RUPTL, pemerintah tengah mengkaji secara komprehensif skema yang akan digunakan dengan tidak merugikan PT PLN (Persero), pengusaha Independent Power Producer (IPP), maupun tidak memberatkan negara jika akan memberikan subsidi.

Pemberian kontrak bagi Independent Power Producer (IPP) untuk bekerja sama dengan PLN selama 30 tahun, dengan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) yang akan diturunkan bertahap setiap 10 tahun, dinilai menjadi konsep ‘win-win solution’ dalam skema Investasi pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).

Bahlil mengatakan bahwa hal ini adalah solusi dari biaya pembangunan pembangkit listrik EBT yang bisa 6 kali lebih besar dari pembangkit konvensional batu bara.

"Kita tarik break even point-nya (bagi IPP) itu 8-10 tahun. Setelah harganya tinggi, langsung turun perlahan-lahan. Jadi, 10 tahun pertama, supaya ada perbankan yang membiayai pengusahanya hingga BEP, habis itu terus diturunkan, dan kontraknya 30 tahun. Jadi 10 tahun dia berusaha untuk mengembalikan modalnya 20 tahun dia menikmati hasilnya,” ujanya dalam rilis pers di laman ESDM, Kamis (26/9).

Dengan demikian, skema investasi pembangkit listrik ini tidak akan merugikan semua pihak, baik PT PLN (Persero) sebagai penyedia jaringan listrik nasional, IPP, maupun negara sebagai pemberi subsidi.

Hal ini dianggap bisa jadi jalan keluar yang diyakini akan meningkatkan porsi pembangkit listrik EBT dalam Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2025-2035.

Pemerintah bersama PLN menargetkan sedikitnya 60 persen pembangkit listrik dalam RUPTL tahun 2025-2035, merupakan pembangkit listrik berbasis EBT. "Saya mulai diperintahkan oleh Presiden Jokowi dan Pak Prabowo untuk mendetailkan,” ujarnya.

Contoh skema

PLTP Unit I Dieng-Patuha. Dok. Geo Dipa Energi

Bahlil mencontohkan, skema  penurunan harga BPP akan dilakukan secara bertahap dalam setiap 10 tahun pada pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), sehingga tidak akan membebani pemangku kepentingan seperti PLN.

Pasalnya, untuk 1 MW Pembangkit EBT, dana yang dikucurkan bisa mencapai US$6 juta atau sekitar Rp90,78 miliar (kurs Rp 15.130,05 per dolar AS).

"Kalau tidak salah PLN itu menerima itu dalam peraturan kemarin saya sudah tanda tangani untuk 10 tahun pertama sekitar 9,5 sen untuk geotermal. Nanti bertahap 10 tahun, habis itu turun menjadi 7 sampai 7,3 sen. Habis itu diturunkan lagi. Supaya apa? PLN bisa dapat untung dan negara tidak diberikan beban," kata Bahlil.

Magazine

SEE MORE>
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024

Most Popular

Wamenkeu II: Kelas Menengah Turun Bukan Karena Kebijakan Pemerintah
10 Perusahaan Startup Indonesia yang Sedang Berkembang versi LinkedIn
Tampak Ada Aksi Jual, Waspada IHSG Lanjut Tertekan
UOB Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,3% di 2025, Ini Penopangnya
Jadwal Pembagian Dividen Emiten Alat Berat, Hexindo (HEXA)
Anggaran IKN Rp15 Triliun pada 2025, Prabowo Akan Fokus Tarik Investor