Jakarta, FORTUNE – Kasus cacar monyet pertama belum lama ini ditemukan di Indonesia. Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengungkap, cacar monyet di Indonesia berpotensi menjadi wabah yang terbagi jadi empat derajat kriteria.
Menurutnya, derajat pertama diindikasikan jika terdapat transmisi di suatu negara. Kedua, terdapat penyebaran di antara populasi spesifik, seperti dari anak kepada Ibu. Derajat ketiga, terjadi penyebaran pada pada level yang lebih luas (seperti komunitas).
"Sedangkan derajat keempat adalah ketika penyebaran terjadi luas di masyarakat. Nah, yang berpotensi terjadi di Indonesia adalah (masih) pada wabah derajat satu,” ujarnya saat dihubungi Fortune Indonesia, Senin (22/8).
Menurut Miko, wabah ini sebenarnya sudah bisa dikatakan sebagai pandemi ketika terjadi masif di seluruh dunia. “Saat ini (cacar monyet) sudah terjadi di 76 negara, tinggal (status) pandemi ini ditentukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO),” katanya.
Investigasi perlu dipertajam
Miko mengatakan, dalam situasi seperti saat ini pemerintah sudah cukup baik menanggulangi dan mencegah terjadinya penyebaran, namun investigasi harus makin dipertajam mengingat kasus pertama yang terjadi adalah kasus impor atau muncul dari individu yang baru saja melakukan perjalanan dari luar negeri.
“Investigasi misalnya rekan sederet di pesawatnya itu siapa, lalu (pasien pertama cacar monyet) pernah bersalaman dengan siapa saja. Semua yang bersalaman atau yang pernah bersentuhan secara fisik, itu harus diinvestigasi. Kalau ditemukan satu saja penularan, berarti wabah derajat satu sudah terjadi,” ujar Miko.
Dampak cacar monyet diperkirakan tak sebesar Covid-19
Meski berpotensi menjadi wabah di Indonesia, namun kemungkinan kasus cacar monyet akan berdampak semasif Covid-19 sangatlah kecil.
“Kalau melihat penyebarannya, itu kan lewat kontak langsung atau lewat benda yang tercemar cairan cacarnya, menurut saya (potensinya) sih kecil,” katanya.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, yang meyakini bahwa cacar monyet yang masuk ke Indonesia adalah jenis yang tingkat fatalitasnya rendah.
“Sekarang sudah kita genome sequencing, kita belum tahun variannya yang mana, tapi kalau lihat dia masih fine-fine saja, itu seharusnya bukan yang fatal,” ujarnya dalam konferensi pers Health Working Group, Senin (22/8).
Budi menggarisbawahi, hal terpenting yang perlu dilakukan, masyarakat dan tenaga medis wajib menjaga diri dan badan, serta tidak bersentuhan disik dengan penderita cacar monyet. Apalagi, penderita cacar monyet bisa dikenali lewat ciri-ciri fisik adanya bitnik-bintik merah di sekujur tubuh.
Kasus pertama cacar monyet di Indonesia
Sebelumnya, kasus pertama cacar monyet di Indonesia pertama kali terdeteksi pada seorang pria berusia 27 tahun yang baru melakukan perjalanan dari luar negeri. Pada 14 Agustus, pria tersebut mengaku memiliki gejala awal demam, lalu muncul ruam merah dan lesi pada 16 Agustus, dan setelah menjalani pemeriksaan rumah sakit, pada 18 Agustus dinyatakan positif cacar monyet.
Juru bicara Kemenkes RI, Mohammad Syahril, mengatakan bahwa penderita cacar monyet bisa sembuh dengan sendirinya.
“Dalam masa inkubasinya yang 21 sampai 28 hari, pasien akan sembuh sendiri manakala tidak ada infeksi tambahan atau superinfeksi, tidak ada komorbid yang berat menyebabkan bertambahnya berat komorbid itu,” ujarnya dalam keterangan pers, Sabtu (20/8).