Mengenal Dopamine Culture yang Berkembang di Tengah Masyarakat

Bisa menimbulkan masalah kecanduan pada manusia.

Mengenal Dopamine Culture yang Berkembang di Tengah Masyarakat
Ilustrasi dopamine culture. (Pixabay/Dee)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Perkembangan teknologi dan pergeseran gaya hidup Masyarakat yang serba instan kerap memunculkan istilah baru yang dikenal dengan Dopamine Culture atau budaya dopamin.

Dopamin menurut siloamhospitals, adalah salah satu jenis neurotransmitter atau hormon yang diproduksi tubuh dan digunakan oleh sistem saraf untuk mengirim pesan antar sel saraf.

Hormon dopamin sangat berpengaruh pada suasana hati seseorang dan dapat meningkat ketika seseorang sedang berbelanja, mengonsumsi makanan lezat, atau melakukan aktivitas seksual, sehingga perasaan dan pikiran menjadi lebih senang dan bahagia.

Melansir artikel di medium.com yang ditulis oleh SocialRadar.io, istilah dopamine culture merujuk pada masyarakat yang berkembang pesat dengan kepuasan instan, hal-hal baru yang tiada henti, dan rangsangan cepat yang menggelitik pusat penghargaan otak, yang seringkali mengorbankan kedalaman dan kualitas.

Mengutip dari sejumlah sumber ini, berikut ini Fortune Indonesia akan mengulas soal dopamine culture dan dampak yang ditimbulkan.

Pendorong

Ilustrasi dopamine culture. (Pixabay/Julien Tromeur)

Menurut esai The State of The Culture yang ditulis oleh Ted Gioia pada 2024, dopamine culture didorong oleh neurotransmitter dopamin, yang memainkan peran penting dalam motivasi, penghargaan, dan pencarian kesenangan.

Dasar psikologis dopamine culture bertumpu pada kepuasan instan–keinginan untuk merasakan kesenangan tanpa penundaan. Ini bukanlah hal baru karena manusia selalu mencari imbalan langsung. Namun, yang baru adalah akses yang belum pernah terjadi sebelumnya ke imbalan semacam itu yang diciptakan oleh internet.

Interaksi antara hal baru dan imbalan merupakan pendorong lain dalam budaya dopamin. Otak akan melepaskan dopamin tidak hanya saat Anda merasakan kesenangan, tetapi juga saat Anda menemukan sesuatu yang baru.

Platform media sosial, permainan daring, dan layanan streaming video adalah penyebab terjadinya dopamine culture. Inovasi-inovasi yang baru berkembang ini memanfaatkan keinginan Anda akan konektivitas sosial, hiburan, dan informasi, lalu menyediakannya dengan cara yang hampir tidak dapat dipahami oleh nenek moyang.

Menurut SocialRadar.io, berbagai layanan digital ini dibuat untuk membuat Anda tetap terlibat selama mungkin, dalam lingkaran tanpa henti untuk menggulir dan menonton secara maraton, yang memaksimalkan pendapatan iklan mereka.

Tantangan

Dopamine Culture. (The State of the Culture, Ted Gioia)

Di dunia yang penuh stimulasi konstan, audiens terbiasa menerima suntikan dopamin cepat melalui notifikasi media sosial, konten yang menarik, dan pilihan hiburan yang tersedia secara umum. Pada sisi lain, hal ini berarti berkurangnya toleransi terhadap pengalaman pasif dan meningkatnya keinginan untuk keterlibatan langsung dan penguatan positif.

Respons ini berasal dari masa lalu evolusi Anda, di mana rangsangan baru dapat berarti peluang atau ancaman baru, yang menuntut kesadaran lebih tinggi. Saat ini, umpan media sosial yang selalu menyegarkan memanfaatkan kecenderungan ini, menyajikan konten baru yang membuat Anda terus terpikat.

Secara medis, siloamhospitals mengungkapkan, meski memiliki beragam manfaat, kadar hormon dopamin berlebih justru dapat menimbulkan kecanduan yang bisa berdampak terhadap masalah kesehatan mental, seperti gangguan emosi, stres, gangguan cemas, hingga depresi.

Secara sosial, dalam dopamine culture Anda bisa melihat pergeseran dalam cara hubungan terbentuk dan dipertahankan. Hubungan pacaran tradisional dan persahabatan yang mengakar digantikan dengan koneksi digital yang terbentuk, dipertahankan, dan bahkan dibubarkan secara daring. 

Faktanya, kemudahan menggeser layar untuk mencari teman kencan atau mengirim SMS ke teman telah menghadirkan kemudahan, tetapi juga kedangkalan pada koneksi antarmanusia.

Dopamine detox

ilustrasi kecanduan gadget (pexels.com/cottonbro studio)

Menurut siloamhospitals, salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran diri dalam melakukan suatu hal agar tidak berlebihan yang dapat menyebabkan kecanduan dan mengganggu kesehatan, dalam konteks dopamine culture adalah dengan melakukan dopamine detox.

Dopamine detox adalah metode yang dapat dilakukan untuk mencegah perilaku kecanduan terhadap kegiatan menyenangkan, alih-alih mengatur ulang kadar hormon dopamin di dalam otak.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah kecanduan ini, antara lain:

  1. Berhenti melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kecanduan selama 1 hingga 4 jam di waktu luang.
  2. Menyingkirkan atau menyembunyikan barang-barang yang memicu kecanduan, seperti camilan kemasan, ponsel, dan laptop.
  3. Bila sudah mulai terbiasa, Anda dapat meningkatkan durasi dopamine detox menjadi satu hari penuh setiap akhir pekan hingga satu minggu penuh setiap tahun.
  4. Untuk mengoptimalkan mindfulness selama menerapkan dopamine detox, Anda juga bisa melakukan meditasi secara rutin guna menenangkan pikiran.

Demikianlah sejumlah hal yang mungkin Anda butuhkan untuk lebih mengenal dopamine culture, dampak buruknya pada masyarakat, dan cara untuk menghindari dampak buruk tersebut. Ingat, apapun yang berlebihan tidak ada yang baik.

Magazine

SEE MORE>
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024

Most Popular

12 Tahun Dijual, Rumah Mewah Michael Jordan di Chicago Akhirnya Laku
Isak Tangis Sri Mulyani di Banggar DPR Usai Sepakati RUU APBN 2025
OnlyFans Cetak Rekor Pendapatan, Capai US$6,6 Miliar di 2023
Bunga Acuan Turun, BI Proyeksikan Kredit Bank Tumbuh 12%
Perbedaan Istana Garuda dan Istana Negara IKN, Jangan Keliru
TikTok Ungkap 4 Jenis Konsumen, Penjual Harus Paham