Jakarta, FORTUNE - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenkopUKM), Teten Masduki, mengungkap potensi kelautan Indonesia sangat besar dan harus dikelola secara optimal. Hal ini diperlukan agar mampu menghasilkan banyak produk unggulan dalam negeri.
“Saya sudah keliling ke semua penghasil rumput laut, permintaan dunianya hampir unlimited. Tapi, kita masih ekspor raw material, masih rumput laut kering, padahal varian produk dari rumput laut ini luar biasa. Jadi, sektor ini menjadi perhatian saya dengan Menteri Kelautan dan Perikanan,” ujar Teten, seperti dikutip Antaranews, Minggu (14/5).
Menurutnya, pengelolaan harus jadi perhatian, khususnya terkait industrialisasi di sektor kelautan Indonesia. “Kita tahu bahwa sektor kelautan memiliki keunggulan yang komparatif, ekonomi kita, cuma belum tergali dengan optimal,” katanya.
Pergeseran investasi
Ia pun mengungkapkan, bahwa kini persaingan dunia yang baru telah menggeser target investasi. Semula, para investor gencar menyasar perusahaan-perusahaan industri manufaktur, tapi kini setiap negara sibuk mencari sumber industri yang menjadi keunggulan domestik.
Ia mencontohkan, Norwegia yang cukup bertumpu pada budidaya Salmon yang mendatangkan pendapatan cukup besar bagi negara. Sementara, Indonesia memiliki potensi yang lebih dari sebatas ikan di sektor kelautan, rumput laut misalnya.
Di Indonesia, menurut Teten, memiliki keunggulan domestik pada bahan baku tidak impor, seiring industri manufaktur yang semakin menurun. “Karena kita hanya menyediakan buruh murahnya. Bahan bakunya, teknologinya, impor, karena itu dalam perkembangan baru, semua negara sekarang sedang mencari apa keunggulan domestiknya,” ujarnya.
Menyediakan BBM
Salah satu upaya KemenkopUKM mendorong berbagai usaha di sektor kelautan adalah melalui kerja sama dengan Kementerian BUMN dan KKP, untuk menyediakan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) bagi para nelayan. Dengan demikian, harga BBM bagi kapal-kapal nelayan yang dugunakan untuk mencari ikan bisa lebih terjangkau.
Di Indonesia,ada sekitar 11 ribu desa nelayan, namun jumlah SPBUN hanya sekitar 388 unit, sehingga para nelayan seringnya membeli BBM di pengecer yang tentu dijual dengan harga lebih mahal. “Harga SPBU (solar) sekarang Rp6.800 per liter, selama ini para nelayan beli 10-12 ribu rupiah per liter, kan kemahalan, sehingga kesejahteraan nelayan tergerus,” katanya.
Pembangunan SPBUN nantinya akan dilakukan secara bertahap dengan koperasi nelayan sebagai pengelolanya. Penyaluran pun akan disesuaikan dengan nama, alamat, dan volume, serta singkron dengan aplikasi MyPertamina.