Jakarta, FORTUNE – Pengajuan kenaikan Anggaran Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk penyediaan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) yang cukup signifikan menuai kritik dari berbagai kalangan.
Salah satunya datang dari Tim Pemenangan Capres-Cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Thomas Lembong, yang menyayangkan transparansi kenaikan anggaran Alutsista kurang terbuka. “Anggaran atau kenaikan anggaran yang skalanya sebegitu besar itu bisa diterangkan kepada publik dengan lebih transparan, bukan hanya dengan pernyataan umum yang normatif bahwa ada dinamika geopolitik, dinamika keamanan,” katanya kepada media, Senin (4/12).
Hal ini ia ungkapkan, menanggapi pengumuman Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, terkait kenaikan anggaran Alutsista Kemenhan, dari US$20,75 miliar atau Rp321,53 triliun (kurs Rp15.495,54 per dolar AS) untuk periode 2020-2024, menjadi US$25 miliar atau Rp387,37 triliun untuk anggaran 2024.
Sri Mulyani mengatakan, alasan kenaikan anggaran ini disebabkan kebutuhan Kemenhan kondisi alutsista untuk mengantisipasi ancaman, serta peningkatan dinamika geopolitik dan geosecurity global.
Hal ini pun memantik pertanyaan, terlebih dilakukan di tengah kenaikan bahan pokok yang masih harus dihadapi negara dan masyarakat. "Apakah urgensinya benar benar sedemikian tinggi bahwa harus ada kenaikan sejumlah itu sebesar 5 miliar dolar disaat rakyat lagi susah?” ujarnya.
Saran penundaan
Tanggapan lain, datang dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, di mana mereka menyarankan pemerintah menunda tambahan alokasi anggaran belanja Alutsista sampai masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo berakhir.
“Karena sarat akan potensi penyimpangan dan kepentingan politik yang dilakukan pada masa akhir pemerintahan Joko Widodo,” begitu tulis koalisi dalam keterangan tertulis, Minggu (3/12).
Menurut mereka, kenaikan aggaran yang signifikan di tengah rendahnya akuntabilitas dan transparansi dapat berpotensi disalahgunakan. Apalagi, jumlah kenaikan anggaran yang diajukan cukup besar, hampir US$5 miliar dan dinilai tidak wajar. "Terlebih lagi, kenaikan anggaran ini terjadi pada kementerian yang menterinya adalah calon presiden yang berpasangan dengan anak dari Presiden,” ujar koalisi.
Harus selaras sistem pembenahan
Sementara itu, Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Bidang Hankam dan Siber, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, mengatakan bahwa kenaikan anggaran dalam pembelian barang pada setiap departemen di tahun politik seringkali tampak mencurigakan, terlebih saat ini Indonesia tengah memasuki periode Pemilu.
”Jika kita tengarai secara objektif memang harga alutsista terlebih barang baru naik harganya di seluruh dunia. Namun, seharusnya di tahun politik ini sebaiknya tidak terlalu agresif membeli barang apalagi kita baru saja alami pandemi panjang,” kata Nuning, Senin (4/12).
Menurutnya, pembelian Alustsista harus sejalan dengan sistem pembenahan yang terbagi jadi dua program, yang dimiliki sebelum Minimum Essential Force (MEF) ditetapkan pemerintah dan yang dimiliki setelah MEF berjalan.
“Pada prinsipnya pembenahan alutsista sebelum MEF ditujukan untuk efisiensi sedangkan pembenahan alutsista setelah MEF ditujukan untuk optimalisasi. Jadi, skala prioritas harus tertata dengan baik,” katanya.