Perbedaan Industri Bioteknologi dan Farmasi dalam Produk Obat-obatan

Keduanya sering dianggap serupa, meski sebenarnya berbeda.

Perbedaan Industri Bioteknologi dan Farmasi dalam Produk Obat-obatan
Ilustrasi obat-obatan. (Pixabay/stevepb)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNEIndustri Bioteknologi dan Farmasi sering kali dianggap serupa karena keduanya terlibat dalam pengembangan dan produksi obat-obatan.

Namun, kedua industri ini sebenarnya memiliki perbedaan mendasar dalam metode, sumber bahan, serta pendekatan dalam mengembangkan produk.

Meskipun sama-sama bertujuan menciptakan solusi medis untuk penyakit dan kondisi kesehatan, bioteknologi dan farmasi memiliki fokus dan proses yang berbeda.

Mengutip Investopedia, berikut ini sejumlah perbedaan keduanya.

Sumber Bahan Utama

Salah satu perbedaan paling menonjol antara industri bioteknologi dan farmasi adalah sumber bahan utama yang digunakan untuk menciptakan produk obat-obatan.

Industri bioteknologi menggunakan organisme hidup sebagai dasar pengembangan obatnya. Organisme ini bisa berupa sel, bakteri, atau DNA yang dimodifikasi secara genetik untuk menghasilkan zat yang dapat digunakan dalam pengobatan.

Contoh produk bioteknologi yang berasal dari organisme hidup termasuk insulin dan vaksin. Teknologi bioteknologi memungkinkan manipulasi genetik untuk menghasilkan obat-obatan yang lebih efektif, terutama untuk penyakit yang sulit diobati dengan bahan kimia saja.

Industri farmasi cenderung menggunakan bahan-bahan sintetis atau senyawa kimia sebagai bahan utama untuk produk obat-obatan. Obat-obatan farmasi biasanya diciptakan melalui proses sintesis kimia yang tidak melibatkan organisme hidup.

Aspirin, misalnya, adalah salah satu obat yang berasal dari bahan kimia sintetis. Industri farmasi fokus pada sintesis senyawa yang bisa meniru atau mempengaruhi proses biologis dalam tubuh untuk mengobati penyakit.

Proses Penelitian dan Pengembangan

Proses penelitian dan pengembangan (R&D) dalam industri bioteknologi dan farmasi juga memiliki perbedaan yang cukup besar. Industri bioteknologi cenderung menghabiskan waktu dan biaya yang lebih besar untuk R&D karena prosesnya yang kompleks dan ketergantungan pada manipulasi organisme hidup.

Pengembangan obat dalam bioteknologi sering kali membutuhkan eksperimen yang panjang, seperti teknik rekayasa genetik atau teknologi sel punca, yang membutuhkan pengujian intensif dan waktu yang cukup lama sebelum siap diproduksi.

Sebaliknya, R&D di industri farmasi lebih fokus pada eksperimen kimia dan formulasi senyawa untuk menghasilkan obat-obatan sintetis. Proses ini juga memakan waktu lama dan biaya besar, tetapi lebih stabil dibandingkan dengan bioteknologi karena proses sintesis kimia relatif lebih mudah dikendalikan.

Pengembangan obat di industri farmasi biasanya memakan waktu hingga 15 tahun, mulai dari penelitian hingga persetujuan untuk dipasarkan, namun memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.

Keuntungan Hak Paten

Kedua industri ini sangat bergantung pada perlindungan hak paten untuk melindungi inovasi dan mengembalikan investasi besar yang dikeluarkan dalam proses R&D. Namun, ada perbedaan mendasar dalam durasi hak paten antara produk bioteknologi dan farmasi.

Produk-produk bioteknologi biasanya mendapatkan perlindungan paten yang lebih lama, hingga 12 tahun, karena tingginya biaya pengembangan dan risiko kegagalan yang tinggi. Durasi ini memberikan keuntungan finansial yang signifikan bagi perusahaan bioteknologi karena mereka memiliki waktu yang lebih lama untuk memonetisasi inovasi sebelum harus bersaing dengan produk generik.

Produk farmasi umumnya memiliki hak paten selama lima tahun. Setelah hak paten habis, perusahaan farmasi menghadapi tantangan dari obat generik yang lebih murah. Namun, dengan stabilitas finansial dan ukuran perusahaan yang lebih besar, banyak perusahaan farmasi mampu bertahan dari persaingan dengan terus melakukan inovasi atau menciptakan obat baru.

Risiko dan Volatilitas

Industri bioteknologi cenderung lebih berisiko dan volatil dibandingkan industri farmasi. Bioteknologi membutuhkan modal yang besar untuk pengembangan awal, dan hasilnya sering kali tidak pasti karena prosesnya yang kompleks dan panjang.

Jika produk gagal atau tidak mendapatkan persetujuan dari lembaga pengawas, kerugian yang dialami bisa sangat besar. Oleh karena itu, saham perusahaan bioteknologi sering kali lebih berfluktuasi.

Sebaliknya, perusahaan farmasi cenderung lebih stabil karena mereka memiliki aliran pendapatan yang lebih pasti dari berbagai produk yang telah dipasarkan.

Perusahaan farmasi besar juga sering kali memiliki produk yang sudah mapan, sehingga risiko kegagalan produk baru dapat diimbangi oleh pendapatan produk lama yang tetap stabil di pasar. Keuntungan stabil ini menjadikan saham farmasi lebih menarik bagi investor yang mencari keamanan investasi jangka panjang.

Industri bioteknologi dan farmasi memiliki peran yang saling melengkapi dalam menciptakan solusi kesehatan. Bioteknologi, dengan pendekatan organisme hidup dan manipulasi genetik, menawarkan solusi inovatif untuk penyakit yang kompleks, meskipun dengan risiko dan biaya yang tinggi.

Sementra farmasi, dengan pendekatan kimia sintetis, menawarkan stabilitas dan kemampuan untuk menghasilkan obat yang dapat diakses lebih luas. Kombinasi keduanya dalam biopharma memungkinkan pendekatan yang lebih komprehensif untuk memenuhi kebutuhan medis.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

IDN Channels

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Beban Kerja Tinggi dan Gaji Rendah, Great Resignation Marak Lagi
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil