Jakarta, FORTUNE – Pertamina mengungkapkan sejumlah faktor penyebab mahalnya harga bahan bakar rendah karbon dan energi baru terbarukan (EBT) dibandingkan energi fosil.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, mengatakan, faktor pertama adalah teknologi yang belum memadai hingga menyebabkan produktivita rendah dan harga jual tinggi. Menurutnya, teknologi apabila digunakan secara optimal bisa menurunkan belanja modal maupun biaya operasional.
“Teknologi akan lebih efisien dalam penggunaan air, energi, dan konsumsi bahan baku sangat penting. Selain itu, juga penting adalah teknologi yang dapat mengolah bahan baku menjadi generasi kedua, mengatasi limbah dari bahan baku,” kata Nicke dalam keterangan resmi, Jumat (8/9).
Faktor kedua, kata Nicke, adalah pengembangan ekosistem yang memerlukan pendekatan holistik, terutama dalam produksi produk baru seperti bahan bakar rendah karbon. Hal ini dimulai dari rantai pasokan yang lebih panjang hingga ekosistem secara keseluruhan.
Faktor ketiga yakni kemampuan ekonomi untuk bisa mulai mengembangkan produk bahan bakar rendah karbon tersebut. Dalam hal ini, diperlukan regulasi untuk menciptakan permintaan (demand) di konsumen. Contohnya penggunaan B35 atau biodiesel seharusnya bisa diwajibkan sesuai regulasi, demi meningkatkan permintaan secara bertahap.
“Ketika permintaan ada, investasi akan mengalir. Hal ini penting untuk biofuel, SAF, hidrogen, amonia, dan sumber energi lainnya,” ujar Nicke.
Terakhir, kesiapan masyarakat terhadap pemanfaatan energi bersih, baik sebagai produsen maupun konsumen, dengan meningkatkan kesadaran dan pendidikan. “Saya percaya bahwa transisi ke bahan bakar rendah karbon memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, swasta, publik, pemodal, dan investor,” katanya.
Target netral emisi
Menurutnya, Pertamina mendukung penuh pencapaian target pemerintah untuk mencapai emisi netral pada tahun 2060, dengan tetap menjalankan mandat utama dalam menjaga keamanan energi. “Kami berkomitmen untuk terus menyediakan semua kebutuhan bahan bakar yang diperlukan sebagai katalis dalam pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Pertamina sebagai pemimpin di bidang transisi energi, terus berkomitmen mendukung target Net Zero Emission 2060 melalui program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDG’s), sejalan penerapan aspek Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.
“Kami bertekad agar pertumbuhan ekonomi tetap berlanjut sepanjang perjalanan menuju emisi netral,” katanya.