Pertamina Butuh Modal Tambahan untuk Dukung Mandatori B35
Biaya produksi B35 bertambah Rp110 per liter.
Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama PT Pertamina Persero, Nicke Widyawati, mengatakan perusahaannya membutuhkan modal tambahan dari pemerintah untuk mendukung kebijakan mandatori B35.
Pasalnya, ketika persentase campuran biodiesel naik, maka kapasitas penyimpanan dan pipa untuk FAME (fatty acid methyl ester)—bahan baku campuran biodiesel—harus ditambah.
Selama ini perusahaannya tidak mendapatkan insentif atau kompensasi dari pemerintah atas jasa pencampuran (blending) solar dengan FAME.
"Selama ini, ongkos blending kami tidak dapat apa-apa. Dan kapasitas harganya mencukupi hanya maksimum [biodiesel] 30 persen [B30] saja. Ketika akan ditambah 35 persen, dan selanjutnya 40 persen, tentu kita membutuhkan tambahan storage, pipanya juga harus diperbesar. Artinya ada infrastruktur tambahan yang harus dibangun," ujarnya di Komisi VII, Selasa (7/2).
Menurut Nicke, selama program mandatori pencampuran biodiesel dengan solar berlangsung, insentif justru hanya dinikmati produsen FAME. Sebab, BPDPKS menambal selisih harga jual FAME yang dibeli Pertamina dari para pengusaha tersebut.
"Pertamina tidak mendapatkan insentif. Tapi insentif atau kompensasi itu diterima para pengusaha FAME. Ketika ada selisih harga, antara FAME dengan solar, gap-nya dibayarkan BPDPKS. Pertamina membeli FAME itu seharga maksimum sama dengan harga solar," katanya.
Biaya operasional naik
Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis Pertamina Patra Niaga, Harsono Budi Santoso, mengatakan dana pembangunan infrastruktur persiapan B35 akan membutuhkan penambahan biaya Rp110 per liter.
"Beberapa hal yang memang perlu diperhatikan di sini memang adalah terkait tambahan investasi dan biaya operasi, yang mana memang untuk implementasi FAME ini kami mengidentifikasi tambahan biaya Rp110 per liter atas peningkatan infrastruktur capex, maupun operasional" jelasnya.
Harsono menyatakan implementasi B35 akan melalui dua tahapan. Tahap pertama akan berlangsung di wilayah regional 1, 2, 8 dan sebagian regional 5 yakni Bali dan Nusa Tenggara pada Februari 2023.
Sementara tahap kedua, yang berlangsung Agustus 2023, akan diimplementasikan di regional 3, 4, 7, dan sebagian regional 5 yakni Jawa Timur dan Madura.
"Dari program implementasi [tahap pertama] ini diperkirakan peningkatan FAME 1,4 juta KL," ujarnya. "Jadi, membutuhkan waktu 6 bulan untuk penyesuaian infrastruktur kemudian juga untuk memastikan quality control," ujarnya.