Jakarta, FORTUNE – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, memastikan bisnis Spa di Bali tidak ikut terdampak dengan kenaikan Pajak Hiburan sebesar 40-75 persen. Sebab, bisnis tersebut menuurtnya tidak termasuk dalam jenis bisnis hiburan.
Sandiaga mengatakan, tidak ada satu pun peraturan pemerintah yang mengklasifikasikan bisnis spa sebagai jenis usaha hiburan. Usaha ini merupakan jenis program kebugaran yang dikembangkan berdasarkan kebudayaan lokal, dan diminati oleh pasar internasional.
“Di Dubai kemarin yang diminati terapis-terapis dari bali, lombok, karena kita punya reputasi dunia. Jangan khawatir, yang disampaikan pak Tjok (Kepala Dinas Pariwisata Bali), bahwa spa ini tetap akan berbasis budaya dan kearifan lokal dan tentunya tidak dimasukkan dalam pajak hiburan yang menjadi bahasan,” ujarnya dalam Weekly Brief Kemenparekraf, Rabu (10/1).
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun, juga menyampaikan kekhawatiran bahwa bisnis spa di Bali yang berdasar pada kearifan lokal akan pudar jika ada salah persepsi soal kategori pungutan pajak.
“Jika spa tidak diintegrasikan dengan budaya lokal, ada risiko komodifikasi budaya, dan nantinya dianggap hanya atraksi, bukan menghargai konteks yang sebenarnya,” katanya.
Bukan mematikan usaha
Kendati demikian, Sandiaga mengatakan kenaikan pajak hiburan tetap akan diberlakukan dengan filosofi yang memberdayakan untuk memberikan kejahteraan dan bukan mematikan usaha. “Pajak hiburan ini perlu lebih kita sosialisasikan, tetapi tidak akan mematikan (usaha sektor pariwisata),” katanya.
Merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), pajak hiburan yang termasuk dalam Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), bersama pajak daerah lain yang berbasis konsumsi, seperti parkir, hotel, restoran, dan penerangan jalan. Khusus jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Mengingat situasi pariwisata Bali yang masih dalam pemulihan pasca Pandemi Covid-19, pemerintah akan tetap menjaga iklim industri yang kondusif serta memberikan insentif.
“Kami telah menerbitkan Permenparekraf (Peraturan Menparekraf) Nomor 4 Tahun 2021 bahwa usaha pariwisata dengan risiko menengah tinggi diberikan kemudahan dan tentunya menjaga tradisi dan budaya bangsa Indonesia,” kata Sandiaga. “Karena lapangan kerja yang diciptakan sangat banyak.”