Jakarta, FORTUNE - Data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa hingga pertengahan Mei 2024, jumlah kendaraan listrik di Indonesia telah mencapai 144.547 unit, yang mencakup kendaraan roda dua, roda tiga, kendaraan penumpang, kendaraan komersial, dan bus.
Pertumbuhan ini sejalan dengan kemajuan industri elektrifikasi yang turut mendorong daya beli masyarakat, terutama pada segmen kendaraan roda dua. Hasil riset Inventure 2024 menemukan bahwa sebanyak 16 persen responden mengaku dalam 6 bulan terakhir telah memiliki dan menggunakan Mobil Listrik.
Dari angka 16 persen itu, jika ditelaah sebanyak 98 persen mengaku akan terus menggunakan mobil listrik. Survei ini memberi gambaran bahwa tren penggunaan mobil listrik, dan isu transisi energi dari bahan bakar fosil ke listrik, atau bahan bakar berkelanjutan akan menjadi mainstream ke depan.
Menanggapi hal ini, Eko Ricky Susanto VP Retail Fuel Pertamina Patra Niaga mengatakan bahwa Pertamina akan bersikap bijak. Dengan kata lain, perusahaan akan mencari titik keseimbangan untuk melakukan transisi yang mulus dari bahan bakar fosil ke EV.
“Kita tetap melayani existing customer karena yang membutuhkan BBM masih banyak. Tetapi kita juga tidak menihilkan yang EV. Hal itu kita tetap akomodir. Bagaimana memastikan transisi yang mulus dari BBM ke EV," kata Eko dalam Indonesia Industry Outlook 2025 Conference, Kamis (24/10).
Tren konsumsi BBM masih tumbuh
Eko menambahkan, sejalan dengan transisi yang dari bahan bakar fosil ke EV, Pertamina juga punya target Net Zero Emission 2060, salah satunya dengan bahan bakar yang berkelanjutan misalnya biofuel.
Ia juga mengatakan, fossil fuel atau BBM masih digunakan dan bahwa konsumsi BBM masih tumbuh.
"Tren konsumsi BBM masih ada karena dibutuhkan oleh masyarakat. Misalnya, pada 2023-2024 tumbuh sebesar 3 sampai 4 persen," katanya.
Pertumbuhan tersebut juga menunjukkan bisnis stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) masih memiliki prospek yang baik.
“Tugas utama Pertamina adalah mendistribusikan BBM ke masyarakat, terutama untuk produk-produk bersubsidi, tanpa mengabaikan standar kualitas layanan. Kami harus memastikan ketersediaan dan keterjangkauan energi bagi masyarakat,” tutup Eko.