Jakarta, FORTUNE – PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mengajak Satuan Tugas (Satgas) Penurunan Harga Tiket Pesawat untuk berdiskusi secara lebih transparan mengenai komponen-komponen yang mempengaruhi harga tiket pesawat.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mendukung inisiasi dari Satgas untuk berusaha menurunkan harga tiket. Ia menekankan pentingnya memeriksa dan mendiskusikan komponen-komponen biaya dalam harga tiket pesawat. Oleh karena itu, ia akan hadir dalam rapat koordinasi ini pada Jumat (26/7).
"Mari kita telaah bersama komponen-komponen tersebut dan tentukan mana yang seharusnya dimasukkan atau tidak perlu dimasukkan ke dalam harga tiket," kata Irfan ketika ditemui pada acara GIIAS 2024, Rabu (24/7).
Sebagai gambaran, dia menjelaskan bahwa komponen harga tiket pesawat terdiri dari dua komponen utama. Pertama tarif batas yang ditentukan oleh Kementerian Perhubungan, dan komponen kedua adalah poin lain-lainnya termasuk PPN, asuransi Jasa Raharja, dan Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau dahulu dikenal sebagai airport tax.
Dia menyoroti regulasi Tarif Batas Atas (TBA) yang belum dilakukan penyesuaian sejak 2019.
Menurutnya, komponen mata uang asing seperti dolar AS sangat mempengaruhi biaya, termasuk harga bahan bakar pesawat, yakni avtur, dan berbagai biaya operasional lainnya. Selain itu, ada juga komponen lain seperti PPN, Jasa Raharja, dan PJP2U.
"Terminal 3, dari mana kami terbang, mengenakan PJP2U sebesar Rp170.000. Jika tiket ke Jogja seharga Rp1,2 juta, maka dipotong Rp170.000 untuk PJP2U, Rp5.000 untuk Jasa Raharja, dan ditambah PPN," kata Irfan.
Pemberlakuan PPN pada komponen tiket pesawat
Selain itu, Irfan juga menyoroti adanya perbedaan PPN antara penerbangan domestik dan internasional yang menjadi beban dalam tiket pesawat. Sebagai contoh, untuk penggunaan avtur untuk penerbangan dalam negeri akan dikenakan PPN, sedangkan untuk penerbangan internasional tidak dikenakan PPN.
Kemudian masih ada lagi, seperti PPN pada komponen pesawat, PPN pada layanan aviasi lainnya yang dibebankan kepada penumpang.
Ia mengajak Satgas untuk membuka semua komponen biaya secara transparan agar masyarakat bisa menilai apakah maskapai sudah efisien atau belum.
"Mari kita buka semuanya, termasuk komponen yang selama ini dibicarakan di publik. Jangan hanya di sisi harga saja, tapi juga bandingkan dengan maskapai lain dan harga di negara lain," kata Irfan.
Target penurunan harga tiket pesawat
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menjelaskan satgas tersebut terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), dan kementerian/lembaga (K/L) terkait lainnya.
Sandi mengatakan bahan bakar avtur bukan satu-satunya penyebab mahalnya harga tiket pesawat di dalam negeri, tapi ada aspek lain seperti beban pajak hingga beban biaya operasional.
"Jadi, itu semua akan dikaji dan akan dipastikan bahwa industri penerbangan kita efisien, seperti industri penerbangan di luar negeri," kata dia, Senin (21/7).
Dia menyebut, Satgas ini mempunyai target dapat menurunkan harga tiket pesawat sebanyak 10 persen sebelum Presiden Joko Widodo pensiun pada Oktober 2024.