Indef: Rokok Kemasan Polos Tak Efektif Kurangi Perokok di Eropa

Efek berantai akan terjadi dari rokok kemasan polos.

Indef: Rokok Kemasan Polos Tak Efektif Kurangi Perokok di Eropa
Ilustrasi Rokok/Shutterstock Joyotejo
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Indef: Negara Gagal Terapkan Kemasan Rokok Polos
  • Inggris dan Prancis Contoh Gagal Reduksi Perokok
  • Kemasan Polos Picu Penjualan Ilegal dan Rugikan Ekonomi

Jakarta, FORTUNE - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkap sejumlah negara yang tidak berhasil dalam menjalankan kebijakan kemasan Rokok polos untuk mengurangi angka prevalensi perokok.

Ekonom Senior Indef, Tauhid Ahmad, menyatakan Inggris dan Prancis merupakan dua negara Eropa yang gagal mengurangi prevalensi perokok dengan menggunakan kemasan rokok polos.

"Kami khawatir [kebijakan] ini menjadi backfire. Di Prancis, penjualan rokok justru meningkat selama merek dihapus dari kemasan setahun lalu," kata Tauhid dalam diskusi publik di Jakarta, Senin (23/9).

Kemasan polos pada rokok tercantum dalam Pasal 435 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. PP itu diturunkan ke dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang kemudian mengundang perdebatan.

Selain kurang efektif menurunkan angka perokok, kebijakan kemasan polos juga bakal menimbulkan kerugian ekonomi. Tauhid memproyeksikan total kerugian yang bakal ditanggung mencapai Rp182,2 triliun.

Pasalnya, kebijakan kemasan polos meningkatkan percepatan downtrading alias perpindahan ke produk rokok lebih murah, hingga peralihan konsumen ke rokok ilegal. Hal tersebut berdampak terhadap permintaan produk legal sebesar 42,09 persen.

“Dampak ekonomi dari kemasan rokok polos bukan hanya bagi para industri rokok, tapi juga industri kemasan untuk kertas, kemudian tembakau, cengkh, termasuk yang lain juga terdampak,” ujarnya.

Kerugian bagi pemasukan negara

Selain itu, menurut Tauhid, implikasi dari kebijakan kemasan polos dapat mengurangi penerimaan negara hingga Rp95,6 triliun. Penurunan ini terjadi karena aturan tersebut membuat antara satu produk rokok dengan lainnya tidak memiliki perbedaan. Malahan, yang menonjol hanyalah gambar peringatan bahaya rokok. 

Rokok ilegal berpeluang mendapat peningkatan permintaan dua hingga tiga kali lipat karena kemasannya serupa dengan rokok legal.

"Bagi konsumen, yang dilihat hanya soal harga, sehingga implikasinya persaingan akan semakin ketat," ujarnya.

Efek berantai lainnya

Efek berantai dari kebijakan kemasan polos tidak berhenti di situ. Tauhid mengatakan akan terjadi persaingan yang tidak sehat antara rokok legal dan ilegal, yang tentu saja akan berdampak terhadap kesejahteraan para pekerja industri hasil tembakau atau IHT.

Akibat penurunan permintaan rokok legal, secara tidak langsung akan terjadi peningkatan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerja yang bekerja pada sektor ini.





 

Related Topics

RokokINDEFKaiKai Now

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024