Jakarta, FORTUNE - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkap sejumlah negara yang tidak berhasil dalam menjalankan kebijakan kemasan Rokok polos untuk mengurangi angka prevalensi perokok.
Ekonom Senior Indef, Tauhid Ahmad, menyatakan Inggris dan Prancis merupakan dua negara Eropa yang gagal mengurangi prevalensi perokok dengan menggunakan kemasan rokok polos.
"Kami khawatir [kebijakan] ini menjadi backfire. Di Prancis, penjualan rokok justru meningkat selama merek dihapus dari kemasan setahun lalu," kata Tauhid dalam diskusi publik di Jakarta, Senin (23/9).
Kemasan polos pada rokok tercantum dalam Pasal 435 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. PP itu diturunkan ke dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang kemudian mengundang perdebatan.
Selain kurang efektif menurunkan angka perokok, kebijakan kemasan polos juga bakal menimbulkan kerugian ekonomi. Tauhid memproyeksikan total kerugian yang bakal ditanggung mencapai Rp182,2 triliun.
Pasalnya, kebijakan kemasan polos meningkatkan percepatan downtrading alias perpindahan ke produk rokok lebih murah, hingga peralihan konsumen ke rokok ilegal. Hal tersebut berdampak terhadap permintaan produk legal sebesar 42,09 persen.
“Dampak ekonomi dari kemasan rokok polos bukan hanya bagi para industri rokok, tapi juga industri kemasan untuk kertas, kemudian tembakau, cengkh, termasuk yang lain juga terdampak,” ujarnya.
Kerugian bagi pemasukan negara
Selain itu, menurut Tauhid, implikasi dari kebijakan kemasan polos dapat mengurangi penerimaan negara hingga Rp95,6 triliun. Penurunan ini terjadi karena aturan tersebut membuat antara satu produk rokok dengan lainnya tidak memiliki perbedaan. Malahan, yang menonjol hanyalah gambar peringatan bahaya rokok.
Rokok ilegal berpeluang mendapat peningkatan permintaan dua hingga tiga kali lipat karena kemasannya serupa dengan rokok legal.
"Bagi konsumen, yang dilihat hanya soal harga, sehingga implikasinya persaingan akan semakin ketat," ujarnya.
Efek berantai lainnya
Efek berantai dari kebijakan kemasan polos tidak berhenti di situ. Tauhid mengatakan akan terjadi persaingan yang tidak sehat antara rokok legal dan ilegal, yang tentu saja akan berdampak terhadap kesejahteraan para pekerja industri hasil tembakau atau IHT.
Akibat penurunan permintaan rokok legal, secara tidak langsung akan terjadi peningkatan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerja yang bekerja pada sektor ini.