Jakarta, FORTUNE - Alaska Airlines akan meminta pertanggungjawaban Boeing atas kerugian yang dialaminya setelah otoritas penerbangan Amerika Serikat (FAA) melarang terbang seluruh armada pesawat Boeing 737 MAX 9 yang dioperasikannya pada awal Januari 2024. Larangan itu diiberlakukan setelah sebuah pesawatnya mengalami insiden panel terlepas pada ketinggian 16.000 kaki, yang mengharuskan pesawat dimaksud mendarat darurat.
Fortune.com melansir Senin (29/1) tentang prediksi Executive Vice President Finance and Chief Financial Officer (CFO) Alaska Air Group, Shane Tackett, akan kerugian yang dialami perusahaannya, yang setidaknya mencapai US$150 juta. Kerugian terjadi karena banyak calon penumpang membatalkan pemesanan tiket.
Dalam inspeksi keselamatannya, Alaska Airlines menemukan adanya baut terlepas pada pesawat 737 Max 9 lainnya. Namun, maskapai penerbangan tersebut memperkirakan seluruh 65 pesawat akan kembali beroperasi penuh pada akhir pekan depan.
Insiden ini sangat berdampak bagi Alaska Airlines karena perusahaan tersebut hanya mengoperasikan armada Boeing. Padahal, maskapai serupa kebanyakan juga memiliki pesawat berbadan sempit seperti Airbus A320.
Boeing tidak menanggapi konfirmasi Fortune atas informasi ini. Namun, sebelumnya, CEO Boeing, Dave Calhoun, mengaku bertanggung jawab atas bencana yang hampir terjadi pada penerbangan 1282.
Dia juga telah berutang pekerjaan pada insiden sebelumnya yang menimpa pendahulunya setelah perangkat lunak penerbangan 737 Max yang rusak merenggut nyawa ratusan orang pada Oktober 2018 dan Maret 2019 .
Pada awal pekan ini, roda Boeing 757 milik Delta Airlines juga tergelincir. Untungnya, tidak dilaporkan ada korban dalam insiden yang melibatkan pesawat yang bertolak dari Atlanta itu.
Akan mencari pemasok pesawat selain Boeing
Sementara itu, CEO United Airlines, Scott Kirby, mulai menyangsikan mutu pesawat produksi Boeing. Baik United maupun Alaska terpaksa mengandangkan seluruh pesawat Boeing 737 Max 9 mereka dengan jumlah total 140 unit.
Timnya akan mencari pabrikan lain untuk memasok pengganti pesawat 737 Max 10 yang telah dipesannya kepada Boeing.
"Setidaknya, selama tiga bulan pertama tahun ini kami merugi. Kami juga mengadakan rapat internal untuk mempertimbangkan apakah masih perlu melanjutkan pemesanan unit-unit pesawat Boeing terbaru,” ujarnya.
Ia menjelaskan pengubahan atau pembatalan pesanan itu akan berdampak besar terhadap United. Ukuran pesawat menentukan jarak dan rute yang bisa ditempuh maskapai penerbangan. Misalnya, dengan Boeing Max 10 yang berukuran besar, United berharap bisa terbang ke tujuan yang lebih jauh dan mengangkut lebih banyak penumpang.
Apabila mereka membatalkan pesanan atau mengalihkannya ke perusahaan lain, ada risiko perusahaan itu harus mengubah jalur penerbangan yang direncanakan jika pesawat yang sesuai tidak didapatkan.