Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan segera membahas revisi Peraturan Menteri Perdagangan No.8/2024 tentang pengaturan impor (Permendag 8/2024) sebagai upaya menyelamatkan Industri Tekstil nasional.
Langkah tersebut diambil untuk merespons tekanan yang dihadapi sektor tekstil, termasuk perusahaan besar seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex, yang menjadi salah satu pelaku industri terdampak.
Isy Karim, Plt. Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, mengatakan diskusi membicarakan Permendag 8/2024 akan dilakukan bersama dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada pekan depan.
“Besok rencana minggu depan akan dibahas [Permendag 8/2024] dengan Kemenperin,” kata Isy ketika ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (30/10).
Namun, Isy masih belum bisa memastikan apakah Permendag 8/2024 akan mengalami revisi. Menurutnya, keputusan akhir akan sangat bergantung pada hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas).
"Bagian itu [berbicara dengan Kemenperin] nanti kita bicarakan," ujarnya.
Permendag 8/2024 sejauh ini telah menimbulkan perdebatan pada kalangan pelaku industri tekstil yang mengharapkan terbitnya kebijakan lebih ramah industri agar mampu bersaing di pasar domestik.
Sritex akui terdampak Permendag 8
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) telah mengakui dampak langsung pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8/2024—yang mengubah kebijakan impor—pada operasionalisasi industri tekstil di Indonesia.
Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, menyatakan kondisi tersebut menyebabkan banyak pelaku industri tekstil mengalami gangguan signifikan.
"Kalau itu secara nyata, pasti, ya. Karena teman-teman kami juga kena," ujar Iwan saat ditemui di Kemenperin, Senin (28/10).
Menurutnya, dampak dari beleid yang ditetapkan pada 17 Mei 2024 pada banyak pelaku industri tekstil begitu nyata, sehingga beberapa perusahaan harus menutup usaha akibat disrupsi terlalu dalam.
Ia menekankan bahwa kebijakan ini menjadi tantangan baru bagi pelaku usaha tekstil yang telah lebih dulu menghadapi berbagai masalah klasik, seperti persaingan ketat dan tingginya biaya produksi.
"Regulasi itu sangat penting, terutama di saat geopolitik belum sehat. Namun, banyak pelaku industri tekstil mengalami gangguan yang terlalu dalam, sampai ada yang tutup," kata Iwan.
Meski begitu, Iwan menegaskan bahwa pihaknya berada di bawah naungan Kementerian Perindustrian dan akan mengikuti kebijakan yang ditetapkan. Oleh karena itu, ia berharap kepada pemerintah untuk dapat mengambil kebijakan memulihkan kondisi sektor tekstil.
Wacana usulan Permendag 8 telah disampaikan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, yang akan membawa revisi kepada Presiden Prabowo Subianto dalam waktu dekat.