Jakarta, FORTUNE - Konflik antara Israel dan Palestina telah memicu gelombang protes di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Salah satu bentuk protes yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan melakukan aksi boikot terhadap produk-produk yang dianggap memiliki keterkaitan dengan Israel dan sekutunya.
Menyikapi hal ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan bahwa sebagai regulator industri nasional, sikap yang diambil adalah tidak mendukung atau menentang gerakan boikot terhadap produk-produk tersebut.
“Ranah Kemenperin adalah menjalankan kebijakan-kebijakan yang mendukung produktivitas dan daya saing sektor industri. Saat ini, fokus kami adalah langkah-langkah pengetatan arus barang impor untuk mendukung pengembangan pasar dalam negeri,” kata Plt. Sekretaris Jenderal Kemenperin, Putu Juli Ardika, dalam pernyataan yang dikutip Kamis (2/11).
Pengetatan impor produk, kata Putu, diharapkan akan mendorong penggunaan produk dalam negeri yang memiliki kualitas unggul, dengan tujuan untuk memperkuat industri dalam negeri dan membuat produk-produknya lebih tersedia bagi masyarakat.
Langkah memperketat arus masuk barang impor dilakukan melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.25/2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dengan mengubah pengaturan tata niaga impor dari post-border menjadi border untuk delapan komoditas, yakni tas, elektronik, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik, barang tekstil sudah jadi lainnya, mainan anak, alas kaki, dan pakaian jadi.
Revisi peraturan tersebut diselesaikan dalam dua minggu ini dengan proses transisi selama tiga bulan.
Aksi boikot bentuk kekecewaan masyarakat
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan, mengatakan seruan boikot produk Israel yang ramai bergaung di media sosial merupakan reaksi kekecewaan masyarakat terhadap tindakan kekerasan perang yang tidak berperikemanusiaan.
“Ini bentuk protes yang sangat manusiawi karena ada tindakan yang tidak berperikemanusiaan sehingga ini adalah reaksi dari aksi yang dilakukan. Jadi, jangan dipahami boikotnya saja,” kata dia seperti dilansir dari Antara, Rabu (1/11).
Dia mengatakan terjadinya seruan pemboikotan, baik di Indonesia maupun sejumlah negara lainnya, merupakan respons yang wajar terjadi atas kekerasan perang.
Namun, dia menjelaskan seruan boikot produk Israel juga harus dibedakan, khusus untuk produk yang jelas-jelas digunakan untuk mendukung peperangan. MUI sepakat bahwa pemboikotan bersama atas produk semacam itu harus digaungkan.