Jakarta, FORTUNE - Indonesia semakin serius dalam upayanya menjadi anggota persekutuan ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan).
Saat rapat kerja dengan Komisi I DPR, Menteri Luar Negeri, Sugiono, menyatakan sempat berbicara dengan Rusia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-16 di Kazan, Rusia.
Menurutnya, dalam pertemuan tersebut, Rusia sebagai anggota awal menyatakan dukungan kepada Indonesia untuk dapat bergabung dengan BRICS.
“Saya sempat berbincang dengan Presiden Putin dan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov. Mereka menyatakan kesediaan untuk membantu aksesi Indonesia ke BRICS dan mempercepat prosesnya,” kata Sugiono.
Padahal, kata dia, berdasarkan informasi yang beredar pada dua bulan sebelum dilakukan KTT di Kazan, BRICS belum akan menerima keanggota negara baru.
“Tetapi pada saat kita menyampaikan atensi kita untuk bergabung dengan BRICS, original members ini semuanya menyambut baik,” ujarnya.
Menurut Sugiono, proses menjadi anggota BRICS terdiri dari beberapa tahapan yang telah diatur. Langkah pertama adalah menyampaikan niat bergabung yang akan dicatat sebagai negara tertarik (interested country).
Setelah itu, negara tersebut akan dibahas oleh anggota BRICS untuk menjadi anggota prospektif (prospective member), sebelum akhirnya diundang menjadi anggota undangan (invited member) dan mencapai status negara anggota penuh (member state).
Adapun status Indonesia pada BRICS masih sebatas interested country. Sugiono menegaskan bahwa proses selanjutnya akan dievaluasi oleh anggota BRICS berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
“Mereka yang akan mengevaluasi prosesnya. Namun, satu hal yang perlu dicatat, BRICS menyesuaikan dengan hukum, tata cara, dan norma yang berlaku di negara calon anggota. Ini menunjukkan fleksibilitas yang memungkinkan kita bergabung tanpa harus sepenuhnya menyesuaikan dengan aturan mereka,” kata Sugiono.
Menlu menilai BRICS punya nilai yang sama dengan Indonesia
Ia mengungkapkan antusiasme anggota BRICS terhadap aksesi Indonesia cukup besar. Bahkan, dalam KTT BRICS terakhir, konsep partner countries yang melibatkan 13 negara diperkenalkan sebagai bentuk baru kerja sama.
“Kami melihat excitement yang besar untuk menerima Indonesia. Apa yang diperjuangkan di BRICS juga banyak sejalan dengan agenda internasional yang sering kita suarakan, seperti sistem multilateral yang lebih inklusif dan isu-isu kemerdekaan Palestina,” ujar Sugiono.
Indonesia melihat banyak kesamaan visi dengan BRICS, termasuk dalam upaya menciptakan sistem multilateral yang lebih adil dan inklusif. Selain itu, BRICS juga menjadi forum strategis untuk memberikan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina, yang selama ini menjadi salah satu agenda utama diplomasi Indonesia.
“BRICS bisa menjadi media dan alat untuk memperjuangkan kepentingan kita, baik di bidang ekonomi maupun isu-isu global lainnya,” kata Sugiono.
Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS, menurut Sugiono, adalah bagian dari implementasi politik luar negeri yang independen dan aktif. Meski ada beberapa suara yang menyarankan agar rencana ini ditinjau ulang, Indonesia tetap memegang teguh prinsip kedaulatan dalam menentukan mitra kerja sama demi kepentingan nasional.
“Masuknya Indonesia ke BRICS bukan berarti kita berpihak pada satu kekuatan tertentu atau menjadi bagian dari poros tertentu. Sebaliknya, kita ingin menjadi bridge builder, pihak yang mampu menjembatani kepentingan yang saling bertolak belakang,” ujarnya.
Dukungan Rusia menjadi elemen penting dalam mempercepat aksesi Indonesia. Sebagai salah satu pendiri BRICS, Rusia memiliki peran besar dalam menentukan arah kebijakan kelompok ini. Sugiono mengungkapkan bahwa dukungan ini menunjukkan adanya kepercayaan yang besar terhadap Indonesia sebagai mitra strategis di BRICS.