Jakarta, FORTUNE - Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, menyatakan permintaannya kepada sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk berkantor di Kementerian Pertanian (Kementan).
Alasan adanya permintaan itu adalah untuk memperkuat pengawasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di lingkungan kementeriannya menyusul setelah ditetapkannya mantan Mentan, Syahrul Yasin Limpo, sebagai tersangka korupsi penerimaan gratifikasi pada bekas lembaga yang dipimpinnya.
“Tujuan kami sama. KPK tujuannya baik, ingin kita menjalankan undang-undang selurus-lurusnya,” kata dia di hadapan wartawan di Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (27/10).
Amran tidak menyebut pasti kapan para anggota KPK akan berkantor di kementeriannya.
Sebelumnya, Amran pernah menempatkan KPK di kantor kementeriannya saat dia menjabat Menteri Pertanian pada periode 2014-2019.
Ia mengatakan pengawasan KPK sangat penting agar tidak ada lagi pegawai kementeriannya yang terjerat tindak pidana dan merugikan banyak orang.
Mengembalikan kepercayaan publik terhadap Kementan
Amran ingin Kementerian Pertanian kembali menjadi institusi bermartabat dan mendapat kepercayaan publik.
“Tidak boleh main main mengikuti sumpah saya. Kemarin saya disumpah Bapak Presiden harus menjunjung tinggi etika jabatan dalam menjalankan tugas,” ujarnya.
Baginya saat ini yang terpenting adalah membangun kekompakan dan meletakkan fondasi kuat agar ke depan Indonesia mampu mempercepat pembangunan pertanian.
Dia menginginkan swasembada bisa dilakukan pada semua komoditas, termasuk peternakan, gula, padi, jagung, dan komoditas strategis lainnya.
“Sekali lagi, kita harus meletakkan fondasinya dengan baik untuk memudahkan kerja-kerja menteri berikutnya,” ujarnya.
Kasus gratifikasi SYL
Eks Menteri Pertanian, Syahrul, menjadi tersangka korupsi bersama Kasdi Subagyono, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Muhammad Hatta, Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian.
Selama menjabat, Syahrul membuat kebijakan personal, yang di antaranya adalah melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga intinya.
Kebijakan itu berlaku pada 2020–2023. Syahrul menugaskan kedua bawahannya tersebut untuk menarik sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank, hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
Setiap direktorat yang dipimpin eselon II, misalnya, menyetor sedikitnya Rp250 juta dalam setahun. Dengan angka tersebut, dana saweran dari semua direktorat di Kementan bisa mencapai Rp23 miliar per tahun.
Uang itu diduga dikumpulkan secara berjenjang dari banyak sumber, seperti lewat pemalsuan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) atau pemangkasan belanja perjalanan dinas.
Syahrul pun tidak segan memutasi bawahannya apabila keinginannya itu tidak terealisasi.