Jakarta, FORTUNE – Perpanjangan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk industri dalam negeri adalah tantangan besar karena mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam acara Sosialisasi Peraturan Pemerintah No.20/2024 tentang perwilayahan industri yang disiarkan secara virtual Selasa (9/7).
"Ini adalah komponen yang sangat berat yang kita hadapi: kekuatan yang sangat besar untuk membendung program HGBT untuk tidak mensukseskan program HGBT,” kata Agus dalam sambutannya.
Total dampak positif HGBT terhadap sektor industri pada kurun 2020-2023 mencapai Rp147,11 triliun, dengan perincian peningkatan ekspor Rp88,12 triliun, peningkatan penerimaan pajak Rp8,98 triliun, peningkatan investasi Rp36,67 triliun, serta penurunan subsidi pupuk Rp13,3 triliun.
Tujuh sektor industri yang menerima HGBT saat ini adalah pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Kebijakan HGBT menetapkan harga gas bumi sebesar US$6 per MMBTU.
"Bukan hanya menyetujui perpanjangan program HGBT, namun juga untuk penambahan sektor-sektor di luar 7 sektor itu harus dikaji lebih dalam lagi," kata Agus.
Pada rapat terbatas, Senin (8/7), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui perpanjangan program HGBT serta memberikan arahan untuk melakukan kajian lebih mendalam dalam rangka penambahan sektor-sektor penerima HGBT di luar tujuh sektor industri yang saat ini telah menerimanya.
Aturan baru untuk menjamin gas bumi untuk industri
Selain mendorong perpanjangan HGBT, Agus juga mengusulkan kepada Jokowi untuk membentuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang gas bumi untuk kebutuhan domestik yang kini telah disetujui Jokowi.
RPP gas untuk kebutuhan dalam negeri pada dasarnya akan mengatur pengelolaan gas untuk kepentingan industri dan untuk kepentingan sumber energi, bukan hanya untuk kebutuhan industri tapi juga untuk kepentingan kelistrikan domestik.
Penyusunan RPP tersebut bertujuan untuk mewujudkan kemandirian Industri dalam negeri dalam meningkatkan kemampuan dan daya saing, menjamin ketersediaan dan penyaluran gas bumi untuk bahan baku dan/atau bahan penolong industri dalam negeri dan sumber energi, mewujudkan industri hijau, serta meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja.
Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan ekspor produk industri, meningkatkan pemanfaatan gas bumi dalam bauran energi, juga meningkatkan upaya pengawasan dan pengendalian dalam pemanfaatan gas bumi untuk bahan baku dan/atau bahan penolong industri dan sumber energi.
“Kemenperin terus mendorong usulan RPP ini karena bisa menjadi game changer bagi pengelolaan gas bumi nasional, khususnya bagi sektor manufaktur dan kelistrikan,” kata Agus.
Bakal ada kewajiban menyuplai gas bumi bagi industri
Apabila RPP tersebut berlaku, 60 persen gas yang diproduksi di dalam negeri akan digunakan untuk memenuhi domestic market obligation. Menurut Agus, bila melihat neraca, saat ini baru 40 persen persen gas di dalam negeri yang dialokasikan untuk industri manufaktur, termasuk industri pupuk.
Sementara itu, kebutuhan gas bumi sektor industri akan meningkat dua kali lipat pada enam tahun ke depan, dari 2.931,45 MMSCFD pada 2024.
Agus menjelaskan bahwa RPP tersebut juga mengatur tentang pengelolaan gas oleh kawasan industri. Rencananya, para pengelola kawasan industri dapat menyediakan dan menyalurkan gas bumi untuk para penyewanya, termasuk melalui langkah impor.
Batasan untuk impor gas bumi adalah untuk penyediaan bagi penyewa masing-masing serta untuk produksi listrik di kawasan industri. Untuk menurunkan biaya, para pengelola kawasan industri dapat membentuk suatu konsorsium untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan dalam mengelola gas.
“Namun, apabila harga gas di dalam negeri membaik dan lebih kompetitif, serta suplai gas lancar, pasti kawasan industri tidak perlu melakukan impor,” kata Agus.
RPP gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri juga bertujuan mendorong sektor hulu gas agar bisa lebih sehat, ada kompetisi, dan tidak lagi terjadi monopoli.
“Selain itu, hal ini merupakan upaya pemerintah untuk memberikan perhatian khusus kepada sektor manufaktur yang selama ini telah memberikan kontribusi yang luar biasa besar kepada perekonomian nasional,” ujar Agus.