Jakarta, FORTUNE - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sepertinya bakal menghindar untuk singgah di Eropa dalam perjalanannya menuju Amerika Serikat (AS). Pasalnya, dia khawatir Pengadilan Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan atasnya menyangkut kejahatan perang tentara Israel di Gaza.
Laman Andolu Agency memberitakan, Kamis (11/7), bahwa Netanyahu dijadwalkan melakukan perjalanan ke AS dan menyampaikan pidato di hadapan Kongres AS pada 24 Juli 2024. Ia juga diperkirakan akan bertemu dengan Presiden AS Joe Biden di Gedung Putih.
Pada 20 Mei, Jaksa ICC Karim Khan meminta surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza. Khan juga meminta surat perintah penangkapan untuk tiga pemimpin tertinggi kelompok Hamas, termasuk pemimpinnya Ismail Haniyeh.
Berdasarkan warta kantor berita Israel, KAN, pemerintah Israel sedang meninjau masalah transit di Eropa dalam perjalanan Netanyahu menuju Washington.
Pesawat yang akan membawa Netanyahu tidak dapat melakukan penerbangan transatlantik sambil membawa muatan penuh penumpang.
Pemerintah Israel tengah menimbang opsi bagi pemimpinnya itu untuk singgah di Republik Ceko atau Hungaria karena kedua negara tersebut dianggap sahabat.
Namun, pada akhirnya mereka memutuskan untuk menggunakan penerbangan langsung ke Washington dengan jumlah penumpang terbatas.
Kekejaman Israel terhadap Palestina
Amerika bukan anggota ICC. Namun, jika negara tersebut menerima kunjungan Netanyahu yang telah dikenai perintah penangkapan internasional, Amerika akan dihujani dikritik.
Israel juga bukan anggota ICC, sedangkan Palestina diterima sebagai anggota pada 2015.
ICC, yang didirikan pada 2002, adalah badan internasional independen yang tidak berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau lembaga internasional lainnya. Keputusan mahkamah tersebut bersifat mengikat.
Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang tiada henti di Gaza sejak serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas.
Berdasarkan informasi otoritas kesehatan, hampir 38.200 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 87.900 lainnya terluka.
Sembilan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida oleh Mahkamah Internasional, yang putusan terakhirnya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum kota itu diinvasi pada 6 Mei 2024.