Jakarta, FORTUNE - Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengusulkan pembentukan satuan tugas (satgas) khusus oleh pemerintah untuk menangani barang impor ilegal guna melindungi daya saing sektor ritel.
Sekretaris Jenderal Hippindo, Haryanto Pratantara mengatakan untuk menyelesaikan masalah impor ilegal, pemerintah harus memberikan solusi yang tepat melalui langkah penegakan hukum yang kuat. "Situasinya sangat mendesak sekarang, sehingga perlu dibentuk satgas yang fokus pada penutupan pintu masuk barang-barang ilegal," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/7).
Haryanto menjelaskan, satgas harus mampu mencegah penyelundupan barang ilegal melalui pelabuhan tikus dan pelabuhan resmi, serta menindak oknum pemerintah yang membantu lolosnya produk impor ilegal ke pasar domestik.
Satgas juga harus menindaklanjuti barang impor ilegal yang sudah beredar di pasar dalam negeri melalui penyitaan, penutupan toko, dan proses hukum.
"Jika semua ini dilakukan, seharusnya tidak ada lagi yang berani menjual barang ilegal secara terang-terangan, termasuk di marketplace," ujarnya.
Pangkas penerimaan negara
Ia mengatakan, ada sejumlah risiko jika impor ilegal tetap dibiarkan.Salah satunya, menyebabkan krisis di industri tekstil dan ritel terus berlanjut hingga menyebabkan penutupan toko hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Wacana pemerintah untuk memberlakukan bea masuk 200 persen bagi barang impor juga menbah kekhawatiran meningkatkan barang ilegal ke Indonesia.
"Impor ilegal mematikan UMKM karena UMKM tidak bisa bersaing. Jika dikenakan tarif 200 persen, diperkirakan akan ada lebih banyak toko yang tutup dan pengurangan tenaga kerja di akhir tahun," kata Haryanto.
Menurutnya, penambahan pajak hanya akan memperburuk situasi dengan meningkatnya impor ilegal, yang merugikan pendapatan negara dari pajak. Pasalnya penerimaan negara dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) 22 Impor, dan bea masuk akan berkurang.
Di sisi lain, barang impor ilegal yang tidak membayar pajak dan bea masuk katanya akan bebas masuk ke dalam negeri.
"Pemerintah akan kehilangan pendapatan dari pajak, PPN, PPh, dan bea masuk karena impor ilegal tidak membayar semuanya itu," ungkapnya.
Inti masalah menurut pengusaha ritel
Haryanto juga menyoroti bahwa barang impor ilegal sering tidak memenuhi regulasi, seperti tidak ada label bahasa Indonesia dan tidak mematuhi standar SNI, yang jelas menunjukkan bahwa barang-barang tersebut ilegal. Namun, penegakan hukum yang lemah membuat impor ilegal terus berkembang.
"Pemerintah perlu memperkuat penindakan terhadap barang ilegal yang beredar di masyarakat. Menaikkan biaya masuk 200 persen bukan solusi yang tepat karena ilegal tidak akan mematuhi regulasi tersebut. Legal importir yang membayar pajak dan menyediakan lapangan kerja akan terkena dampaknya," tuturnya.
Di sisi lain, ia juga menyoroti masalah di industri tekstil dalam negeri, yang mana akar masalah dari tumbangnya industri tekstil dalam negeri disebabkan maraknya produk impor ilegal.
Oleh karena itu, ia menilai kebijakan pemerintah seperti pemberlakuan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) tidak akan mengatasi masalah.
"Kalau bea masuknya mau dinaikin 1000 persen tapi kalau masalahnya di ilegal impor, maka enggak akan ada impactnya. Yang ada bisnis resminya makin susah," katanya.