Jakarta, FORTUNE - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan rencana besar presiden terpilih Prabowo Subianto untuk membangun Tanggul Laut raksasa yang membentang sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Rencana ambisius ini bertujuan sebagai langkah antisipatif terhadap ancaman abrasi yang semakin mendesak, serta dampak perubahan iklim yang menyebabkan permukaan air laut naik.
Hasim menjelaskan bahwa gagasan pembangunan tanggul laut sebenarnya sudah muncul sejak era Orde Baru, tepatnya pada 1994 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Namun, hingga saat ini proyek tersebut belum juga direalisasikan.
"Setahu saya, perencanaan tanggul laut ini sudah siap sekitar 10 tahun yang lalu, bahkan sudah dibicarakan dengan konsultan dari Belanda," kata Hashim saat diskusi ekonomi di Menara Kadin, Jakarta, Senin (7/10).
Prabowo memiliki visi untuk memulai pembangunan tanggul ini di Jakarta sebagai langkah awal. Namun, pembangunan ini tidak akan terbatas di ibu kota saja.
Proyek ini akan dilanjutkan hingga ke Surabaya dan Gresik, melindungi seluruh pantai utara Pulau Jawa dari ancaman abrasi dan penurunan tanah yang semakin parah.
"Perubahan iklim membuat permukaan air laut naik, sementara wilayah pesisir, termasuk Jakarta dan Jawa Tengah, mengalami penurunan permukaan tanah," kata Hashim.
Salah satu aspek penting yang ditekankan Hashim adalah dampak abrasi terhadap Ketahanan Pangan Indonesia. Oleh karena itu, Prabowo memandang proyek tanggul laut ini sebagai kunci untuk melindungi infrastruktur vital yang menopang ketahanan pangan nasional.
"Jika kita kehilangan pantai utara Jawa, yang merupakan lokasi 40 persen dari lahan sawah Indonesia, maka akan sia-sia semua upaya swasembada pangan di Papua atau Kalimantan," kata Hasim.
Cina tertarik untuk andil program ini
Hashim juga menegaskan bahwa proyek ini bukanlah program jangka pendek, melainkan akan berlangsung selama 20 hingga 30 tahun. Prabowo berencana untuk melibatkan kerja sama antara sektor pemerintah dan swasta.
"Pemerintah akan memiliki saham sebesar 20 persen, sementara 80 persen sisanya diserahkan kepada pengembang swasta yang berminat," kata Hashim.
Ia menambahkan, sudah ada beberapa pengembang besar yang menunjukkan minat untuk membiayai proyek ini, termasuk pengembang dari Cina.
"Dalam kunjungan saya ke Beijing dan Hong Kong, saya melihat ketertarikan dari pihak Cina, terutama karena pasar properti di sana sedang lesu. Mereka melihat peluang besar dalam proyek ini," ujarnya.
Menurut Hashim, proyek ini bisa dipecah, dengan setiap pengembang mengelola segmen tanggul sepanjang 10 kilometer, sehingga bisa mempercepat proses pembangunan dan distribusi tanggung jawab.
Kajian tanggul laut dari PUPR
Adapun dalam membangun tanggul laut raksasa berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh Kementerian PUPR, terdapat tiga tahapan.
Fase A dimulai dengan pembangunan tanggul pantai dan sungai, serta pembangunan sistem pompa dan polder di wilayah pesisir utara Jakarta.
Tahapan ini sedang dikerjakan oleh pemerintah melalui Kementerian PUPR bersama-sama dengan daerah dengan anggaran Rp16,1 triliun yang berasal dari Kementerian PUPR Rp10,3 triliun dan Pemprov DKI Jakarta Rp5,8 triliun.
Kemudian, fase B berkaitan dengan pembangunan tanggal laut dengan konsep terbuka (open dike) pada sisi sebelah barat pesisir utara Jakarta. Bagian itu harus dikerjakan sebelum 2030 dengan asumsi penurunan tanah tidak dapat dihentikan.
Berdasarkan kajiannya, anggaran untuk pembangunan tanggul dan jalan tol mencapai Rp91 triliun dan pengembangan lahan sekitar tanggul sekitar Rp57 triliun. Sehingga, total anggarannya diperkirakan akan mencapai Rp148 triliun.
Lalu, pada fase C, pembangunan tanggul laut pada sisi sebelah timur pesisir utara Jakarta harus dikerjakan sebelum 2040. Apabila laju penurunan tanah tetap terjadi setelah 2040, maka konsep tanggul laut terbuka akan dimodifikasi menjadi tanggul laut tertutup. Untuk fase ini, belum ada proyeksi kebutuhan anggaran.