Jakarta, FORTUNE - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyampaikan kritik tajam terhadap rencana pemerintah yang akan menerapkan skema subsidi KRL Jabodetabek berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada tahun depan. Kebijakan ini dinilai dapat memperberat beban kelas menengah yang telah mengalami tekanan dari berbagai kebijakan lainnya.
Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto, menyatakan meskipun pemerintah belum memberikan pengumuman resmi, perubahan subsidi ini kemungkinan besar akan diiringi dengan kenaikan tarif KRL. Kondisi ini dipandang akan semakin menekan daya beli kelas menengah.
“Kelas menengah bisa semakin terpuruk di tengah perlambatan ekonomi. Menurut saya, wacana subsidi berbasis NIK ini kurang tepat saat kelas menengah sedang menghadapi kesulitan,” ujar Eko dalam diskusi INDEF secara virtual, Senin (9/9).
Eko juga menyoroti kebingungan yang dirasakan kelas menengah akibat kebijakan pemerintah yang dianggap tidak selaras dengan kebijakan lain. Misalnya, saat soal skema subsidi KRL berbasis NIK mengemuka, pemerintah juga mengisyaratkan adanya rencana pembatasan BBM bersubsidi.
“Ada masalah ketidaktepatan subsidi BBM. Sekarang di KRL juga ada isu yang sama. Masyarakat mau beralih ke mana? Jika BBM dibatasi, publik diharapkan menggunakan transportasi umum, tapi transportasi umumnya juga diperketat," katanya.
Dengan beberapa wacana yang dilontarkan pemerintah itu, Eko menilai absennya koordinasi di antara para pengambil kebijakan.
“Menurut saya ini belum saatnya [mengubah skema subsidi KRL]. OK, [subsidi] memang tidak tepat sasaran, tapi ini juga wacananya tidak tepat dilempar pada saat kelas menengah sedang menderita seperti sekarang,” ujarnya.
Tekanan lain bagi kelas menengah
Selain itu, Eko mengingatkan bahwa tekanan terhadap kelas menengah tidak berhenti pada masalah subsidi saja. Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai tahun depan juga akan memperumit situasi mereka. Meskipun kenaikan ini belum diterapkan, konsumsi kelas menengah sudah mulai menunjukkan penurunan, dan itu berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi.
Jika kebijakan ini dilaksanakan tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini, Eko memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa turun di bawah 5 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mencapai 47,85 juta orang pada 2024, turun dibandingkan 2023 yang mencapai 48,27 juta orang.
Respon KCI atas wacana kebijakan subsidi KRL
PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) akan menjalankan kebijakan subsidi KRL Jabodetabek berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) jika sudah disepakati oleh pemerintah. Sebab, KCI yang juga bagian dari KAI masuk dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Kami dari sisi KAI Commuter, tentu apa pun nanti yang menjadi kebijakan pemerintah—dalam hal ini Kementerian Perhubungan—itu tentu kami akan dukung, dan kami melaksanakan kebijakan tersebut," kata VP Corporate Secretary KCI, Joni Martinus, dalam keterangannya, Minggu (8/9).
Joni yakin pemerintah telah menggodok dengan baik setiap kebijakan yang dikeluarkan, berkaitan dengan upaya meningkatkan pelayanan KCI.
"Kita pasti sama-sama meyakini apa yang nanti diputuskan oleh pemerintah atau kebijakan nanti akan dibuat oleh pemerintah itu tentu akan berdampak pada peningkatan pelayanannya kepada masyarakat," ujar Joni.