Jakarta, FORTUNE - Uni Eropa (UE) terbukti melakukan diskriminasi terhadap minyak sawit dan biodiesel asal Indonesia, sebagaimana disimpulkan dalam sidang sengketa dagang pada Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (DSB WTO). Atas dasar itu, WTO meminta UE menyesuaikan regulasi yang berlaku.
Kesimpulan tersebut tertuang dalam Laporan Putusan Panel DSB WTO yang diterbitkan pada 10 Januari 2025. Laporan ini merujuk pada gugatan yang diajukan Indonesia terhadap UE pada 19 Desember 2019, terdaftar sebagai kasus DS593.
Diskriminasi terungkap saat UE membandingkan minyak sawit dengan produk serupa seperti rapeseed dan bunga matahari yang berasal dari negaranya. Selain itu, WTO menemukan UE memberikan perlakuan istimewa terhadap produk impor lainnya, seperti kedelai.
Menteri Perdagangan, Budi Santoso, mengatakan keputusan tersebut menjadi tanda keberhasilan Indonesia dalam membuktikan tindakan diskriminatif UE dalam urusan sengketa dagang Kelapa Sawit di WTO.
"Kami berharap, ke depan, negara mitra dagang lain tidak menerapkan kebijakan serupa yang dapat menghambat arus perdagangan global," kata dia dalam pernyataan resmi, Jumat (17/1).
Gugatan Indonesia meliputi kebijakan Arah Energi Baru Terbarukan (RED II) dan Delegated Regulation UE, termasuk kebijakan Prancis yang membatasi akses pasar minyak sawit sebagai bahan baku bahan bakar nabati (BBN).
Pembatasan ini mencakup konsumsi BBN berbahan baku sawit sebesar 7 persen, kriteria risiko alih fungsi lahan secara tidak langsung (ILUC), serta penghentian bertahap penggunaan minyak sawit dalam produksi BBN.
WTO minta UE ubah regulasi
Budi mengatakan Indonesia memandang kebijakan UE selama ini sebagai bentuk proteksionisme yang berbalut isu kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Indonesia menyambut baik keputusan WTO tersebut.
"Dengan adanya keputusan ini, UE diharapkan tidak lagi memberlakukan kebijakan diskriminatif. Ini juga menjadi pelajaran bagi negara lain agar tidak menghambat perdagangan global," ujarnya.
Sesuai aturan WTO, laporan panel ini akan menjadi keputusan mengikat bagi Indonesia dan UE jika tidak ada keberatan dalam 20-60 hari setelah disirkulasikan kepada anggota WTO. UE diwajibkan mengambil langkah-langkah untuk mematuhi keputusan tersebut.
Pemerintah, kata Budi, akan memantau secara ketat perubahan regulasi UE guna memastikan kesesuaiannya dengan rekomendasi WTO, khususnya terkait diskriminasi yang telah diputuskan berpihak kepada Indonesia. Jika diperlukan, Indonesia akan mengajukan compliance panel untuk menilai kepatuhan UE.
Selain itu, pemerintah juga terus berupaya memperluas akses pasar minyak sawit Indonesia di kawasan UE melalui berbagai forum negosiasi internasional.