Pemerintah berencana memberikan insentif atau stimulus kepada pelaku industri sebagai upaya untuk mengatasi dampak dari kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, seusai acara Industrial Festival 3 di Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu (4/12). Ia menyebutkan bahwa para menteri telah membahas jenis insentif yang tepat untuk mendukung dunia usaha.
"Kemarin kami membahas bantuan-bantuan atau insentif atau stimulus apa yang perlu dan akan disiapkan oleh pemerintah untuk membantu dunia usaha dan industri," ujar dia, dikutip Jumat (6/12).
Agus menjelaskan bahwa ada beberapa opsi insentif yang dapat diberikan kepada industri. Sebagai contoh, pemerintah berencana memberikan stimulus khusus untuk sektor industri otomotif.
Insentif tersebut bisa berupa keringanan pajak, seperti pengurangan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) dan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP).
Lebih lanjut, insentif ini nantinya akan berlaku untuk berbagai jenis kendaraan, tidak hanya mobil listrik atau electric vehicle (EV), tetapi juga untuk mobil hybrid dan jenis kendaraan lainnya.
"Kemarin yang sudah dibahas ya, yaitu insentif atau stimulus yang berkaitan dengan sektor otomotif. Policy seperti PPnBM, PPN DTP, itu akan kita ambil," kata dia.
Tekanan pelaku usaha
Agus menilai kenaikan UMP diperlukan untuk meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat, termasuk di kalangan pekerja atau buruh.
Ia menjelaskan bahwa upah pekerja dan buruh diatur melalui kebijakan UMP, dan setiap akhir tahun pemerintah mengumumkan besaran kenaikan upah tersebut.
Dalam hal ini, ia menyebut kenaikan UMP dapat mendorong daya beli masyarakat. Namun, di sisi lain, Agus mewanti-wanti bahwa kenaikan UMP 6,5 persen di tahun depan berpotensi menekan para pelaku industri di Tanah Air.
Kenaikan UMP saat ini diiringi fenomena penurunan daya beli yang membuat permintaan atas produk industri menjadi menipis. Ditambah, terdapat rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
Oleh karena itu, ia memastikan bahwa pemerintah mempertimbangkan kedua sisi tersebut secara matang sebelum memutuskan untuk menaikkan UMP atau memberikan stimulus yang bertujuan untuk mendorong kinerja industri.
"Di satu sisi, daya beli di mana UMP memang harus dinaikkan, di sisi lain yang juga menjadi perhatian pemerintah adalah bagaimana kinerja dari industri, itu melalui insentif dan stimulus yang akan kita siapkan," ujar Agus.
Untuk diketahui, berdasarkan Peraturan Kementerian Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2024 tentang Upah Minimum Tahun 2025, penetapan UMP oleh Keputusan Gubernur diumumkan paling lambat pada 11 Desember 2024.