Jakarta, FORTUNE - Pemerintah akan segera merilis aturan baru terkait penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada September mendatang.
Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin, dalam diskusi media Kebijakan Baru Subdisi BBM, Senin (5/8).
Menurut Rachmat, aturan tersebut tadinya telah dijadwalkan untuk dapat diimplementasikan pada 17 Agustus 2024. Namun, waktunya terpaksa mundur lantaran masih proses finalisasi.
"Harapan kita bisa lock semuanya 1 September [untuk] peraturannya segala macam," ujarnya seperti dikutip Antara.
Rachmat mengatakan hingga kini pihaknya masih terus mempersiapkan aturan-aturan dan tata laksana pembelian BBM bersubsidi dimaksud. Ia menilai bahwa jika nantinya kebijakan tersebut belum dapat selesai pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintahan baru akan meneruskannya.
"Kami ingin coba mempersiapkan itu. Mudah-mudahan ini bisa jadi sesuatu yang kita kerjakan di pemerintahan ini, tapi bisa jadi 'oleh-oleh' di pemerintahan baru," katanya.
Meski demikian, Rachmat menekankan bahwa aturan baru ini bukan membatasi pembelian BBM bersubsidi melainkan memastikan penyaluran BBM bersubsidi lebih tepat sasaran.
"Saya terus terang sih kurang menyukai bahasa pembatasan, karena kalau pembatasan itu nanti orang pikir enggak boleh beli. Sebenarnya kita memastikan bahwa orang-orang yang membutuhkan itu bisa mendapatkan akses. Intinya, subsidi yang lebih tepat sasaran," ujar Rachmat.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan PT Pertamina (Persero) tengah menyiapkan skema penyaluran subsidi tepat sasaran untuk mengurangi pengggunaan produk BBM dan LPG bersubsidi oleh masyarakat yang tidak berhak.
Menurutnya hal ini penting karena penyaluran subsidi tepat sasaran merupakan salah satu masalah inefisiensi yang tengah dibenahi pemerintah.
Luhut menyatakan masih banyak masalah lain yang dapat diselesaikan satu per satu untuk dapat meningkatkan penerimaan sekaligus menghemat belanja negara.
Di antara yang dia sebut adalah rencana pemerintah untuk mendorong alternatif pengganti bensin melalui biotenaol. Sebab, selain mampu mengurangi kadar polusi udara, tingkat sulfur yang dimiliki bahan bakar alternatif ini juga tergolong rendah.
"Kalau itu terjadi, sulfur itu dikurangi. Itu bisa mengurangi orang yang sakit ISPA dan kesehatan sampai Rp38 triliun ekstra pembayaran BPJS," katanya.