Jakarta, FORTUNE - PT PLN (Persero) akan mengajukan penambahan kompensasi ke pemerintah atas masuknya sistem PLTS Atap dalam penghitungan biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik.
Direktur Ritel dan Niaga PLN, Edi Srimulyanti, mengatakan tambahan kompensasi tersebut muncul akibat naiknya BPP ketika PLN melaksanakan penugasan dalam Peraturan Menteri ESDM No.2/2024.
Lewat beleid tentang PLTS Atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang IUPTLU tersebut, pemerintah mewajibkan PLN melakukan pengadaan advanced meter untuk kepentingan analisis data PLTS Atap pelanggan.
Dengan advanced meter tersebut, PLN dapat memantau data meter secara real time untuk membangun aplikasi sistem pelayanan dan pelaporan terintegrasi sistem PLTS Atap untuk pelanggan.
Sistem pelayanan dan pelaporan yang terintegrasi dengan smart grid (Supervisory Control and Data Acquisition/SCADA) tersebut wajib dilaksanakan paling lambat 3 bulan sejak Permen disahkan
Di samping itu, PLN juga wajib membangun infrastruktur penunjang PLTS Atap lainnya untuk kebutuhan pelanggan.
"Kami sedang hitung berapa penambahan biaya pembangkit listriknya disesuaikan dengan kuota PLTS Atap yang akan diberikan" ujarnya di Kementrian ESDM, Selasa (5/3).
Edi mengatakan advanced meter juga berguna untuk menyiapkan listrik penyangga untuk intermitensi listrik PLTS.
Pola produksi PLTS sulit diprediksi jika kondisi cuaca tidak normal. Ketika cuaca cerah, PLN dapat memprediksi beban penyangga intermitensi karena produksi listrik PLTS mengikuti kurva lonceng atau distribusi normal—listrik yang dihasilkan meningkat menjelang siang dan kembali turun ketika sore—sehingga pengaturan beban dan merit order pembangkit akan mudah dilakukan.
Sebaliknya, dalam kondisi tertentu seperti mendung, berawan, atau dari cerah tiba-tiba hujan, pola produksi akan naik-turun sesuai dengan pola pergerakan awan.
Hal ini akan menyebabkan penurunan produksi listrik PLTS cukup ekstrim hingga 95 persen dalam kurun 5 menit, sehingga perlu kesiapan sstem dan pembangkit untuk menggantikan daya PLTS yang hilang.
"Biaya apa saja yang ada di situ? Untuk advanced metering kami pasang. Kemudian tadi, biaya-biaya yang kami siapkan untuk menyangga kalau ada intermitensi. Semua biaya pemeliharaan dan sebagiannya itu akan menjadi bagian BPP yang dipakai menghitung subsidi dan kompensasi, untuk pelanggan lewat PLN," kata Edi.
Edi mengatakan saat ini PLN tengah menghitung potensi kuota PLTS Atap yang akan ditetapkan. Pasalnya, dalam Permen ESDM 2/2024—yang merupakan revisi Permen ESDM 26/2021—kapasitas sistem PLTS Atap tak lagi dibatasi paling tinggi 100 persen dari daya tersambung pelanggan, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan calon pelanggan dan mengikuti kuota pengembangan PLTS Atap Kementerian ESDM.
"Dengan sifat PLTS Atap yang intermittent, diperlukan perhitungan potensi kuota PLTS Atap sehingga optimal baik dari sisi sistem maupun teknis, untuk itu PLN melakukan studi perhitungan kuota PLTS Atap untuk melihat pengaruh PLTS Atap terhadap sistem, yang saat ini sedang tahap finalisasi dan akan segera diajukan pada April 2024 ke Dirjen EBTKE untuk penetapan dari Kementerian ESDM," ujarnya.