Jakarta, FORTUN - Entitas anak usaha Grup Medco, PT Amman Mineral Internasional, akan melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). Perusahaan yang nantinya akan menggunakan kode emiten AMMN tersebut akan melepas maksimal 7,28 miliar sahamnya ke publik atau setara 10 persen modal ditempatkan dan disetor setelah IPO, dengan nilai nominal Rp125 per saham.
Harga penawaran awal akan dibuka pada kisaran Rp1.650–1.775 per saham. Dengan begitu, Amman Mineral berpotensi menggalang dana Rp12,01 triliun–12,9 triliun dalam IPO tersebut, yang secara efektik akan berlangsung pada 26 Juni mendatang dengan masa penawaran umum 28 Juni–3 Juli 2023. Pencatatan perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) direncanakan berlangsung pada 5 Juli 2023.
Presiden Direktur AMMAN, Alexander Ramlie, mengatakan dalam aksi korporasi ini perseroan menunjuk PT BNI Sekuritas, PT CLSA Sekuritas Indonesia, PT DBS Vickers Sekuritas Indonesia, serta PT Mandiri Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek atau joint lead underwriters.
“Sebagian besar dana hasil IPO akan digunakan oleh perseroan untuk kegiatan pengembangan usaha,” ujar Alexander.
Berdasarkan prospektus ringkasnya, seluruh dana yang diperoleh dari IPO tersebut—setelah dikurangi seluruh biaya-biaya emisi saham—akan digunakan oleh AMMN untuk tiga kegiatan.
Pertama, sekitar Rp1,78 triliun atau US$117,20 juta akan menjadi setoran modal kepada PT Amman Mineral Industri (AMIN) untuk membiayai proyek smelter di Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Kedua, sekitar Rp3,04 triliun atau US$200 juta akan digunakan untuk melunasi utang kepada PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
Terakhir, sisa dana akan menjadi setoran modal kepada AMNT yang selanjutnya akan digunakan untuk membiayai proyek ekspansi pabrik konsentrator dan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU).
Hingga akhir Desember 2022, cadangan bijih AMMAN untuk Batu Hijau dan Elang sesuai Joint Ore Reserves Committee (JORC Code 2012) sebesar 17,12 miliar pon tembaga dan 23,2 juta ons emas.
Terkait smelter yang tengah dibangun AMIN di NTB, Alexander mengatakan kapasitas input awalnya akan mencapai 900.000 ton konsentrat tembaga per tahun. Nantinya, smelter ini akan mengolah konsentrat tembaga dari tambang Batu Hijau dan proyek Elang.
"Smelter akan menghasilkan 222.000 ton katoda tembaga, 830.000 ton asam sulfat (dengan konsentrasi 98,0 persen). Lalu untuk pemurnian logam mulia akan menghasilkan 18 ton emas batangan (dengan kemurnian emas 99,9 persen), 55 ton perak batangan (dengan kemurnian perak 99,9 persen), dan logam mulia lainnya,” ujar Alexander seperti dikutip Antara.
Sebagai prinsip pembangunan berkelanjutan, AMMAN mengoperasikan PLTS terbesar di Indonesia saat ini untuk operasional pertambangan, dengan kapasitas puncak 26,8 Megawatt sejak Juni 2022.
Dengan PLTS tersebut, Alexander menyebut perseroan dapat berkontribusi mengurangi emisi CO2 hingga 40.000 ton per tahun, serta peningkatan produktivitas dan efisiensi haul truck yang juga dapat menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 30 persen.
Lantas bagaimana kinerja Amman sebelum IPO tersebut?
Kinerja keuangan
Dalam prospektus ringkasnya, Amman membukukan penjualan bersih US$2,8 miliar pada 2022. Nilai tersebut melonjak dari capaian 2021 dan 2022 yang masing-masing US$1,29 milar dan US$1,00 miliar.
Kenaikan penjualan 117,9 persen pada tahun lalu disebabkan "kenaikan volume penjualan tembaga dan emas". Penjualan tembaga meningkat 56,1 persen menjadi US$1,6 miliar dari US$1,03 miliar pada 2021.
Pada tahun lalu, volume tembaga yang dijual naik menjadi 451,4 Mlbs dari 227,9 Mlbs pada tahun sebelumnya karena volume produksi yang lebih tinggi, yang disebabkan oleh kadar tembaga dalam bijih dan pemulihan logam yang lebih tinggi.
Meski demikian, lonjakan persentase juga disebabkan rendahnya produksi pada Januari-Februari 2021 akibat penghentian sementara produksi di tengah kondisi pandemi Covid-19. "Hal ini sebagian diimbangi oleh penurunan rata-rata harga jual tembaga menjadi US$3,56 per pon untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2022, dari US$4,52 per pon untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2021."
Dari penjualan emas, terjadi peningkatan 354,8 persen menjadi US$1,22 miliar pada akhir 2022, dari sebelumnya US$268,59 juta pada 2021. Ini dikarenakan kenaikan volume penjualan emas menjadi 703,5 Koz pada 2022 dari sebelumnya 152,5 Koz pada 2021.
Selain itu, penjualan juga didorong oleh volume produksi yang lebih tinggi, yang disebabkan oleh kadar emas dalam bijih dan pemulihan logam yang lebih tinggi pada 2022 serta penghentian sementara akibat pandemi Covid-19 pada bulan Januari dan Februari 2021.
Hal ini juga diiringi oleh kenaikan rata-rata harga jual emas menjadi US$1.737 per ons pada 2022, dari sebelumnya US$1.762 per ons pada 2021.
Meski demikian, pendapatan tiga tahun terakhir juga diikuti oleh kenaikan penjualan masing-masing US$1,19 miliar (2022), US$646,20 juta (2021) dan US$644,31 juta (2020). Dus, laba bersih yang diatrbusikan kepada entitas induk masing-masing mencapai US$1,09 miliar (2022), US$320,61 juta (2021) dan US$116,08 juta (2020).