Jakarta, FORTUNE - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah akan memutuskan rencana divestasi saham PT Vale Indonesia (INCO) pada bulan ini, Juli 2023. Keputusan divestasi tersebut diperlukan menjelang berakhirnya masa operasi dan kontrak Vale Indonesia pada 28 Desember 2025.
"Segera akan kita putuskan. Insya Allah bulan ini akan kita putuskan. Intinya kepentingan nasional harus didahulukan," kata Jokowi saat menyampaikan keterangan pers di Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma, Senin (3/7).
Menurutnya, divestasi Vale diperlukan untuk mendukung kepentingan nasional, seperti rencana hilirisasi dan industrialisasi.
Meski demikian, dia menginginkan agar divestasi tersebut tidak merugikan investor. "Kita juga tidak ingin merugikan investor. Win-win,. Dua-duanya harus jalan dengan baik, dan yang paling penting industrialisasi, hilirisasi betul-betul harus berjalan," kata Jokowi.
Dihitung berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 9 Tahun 2017 Pasal 14 Ayat (1), nilai saham yang dilepas INCO dihitung berdasarkan harga pasar yang wajar (fair market value). Dus, ia tidak memperhitungkan cadangan mineral saat dilaksanakannya penawaran divestasi saham.
Pemerintah nilai divestasi 11 persen saham tak cukup
Sebelumnya, divestasi 11 persen menjadi syarat bagi INCO untuk melakukan perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Dengan skenario tersebut, nantinya komposisi kepemilikan 31 persen pemerintah Indonesia melalui MIND ID, 20,7 persen publik, dan sisanya masih dimiliki oleh Vale Canada dan Sumitomo Metal Mining.
Namun, pemerintah menilai angka 11 persen itu tidak cukup untuk membuat Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas. Sebab, 20 persen saham yang dilepas ke publik pun dimiliki oleh lembaga asing melalui transaksi saham, bukan investor Tanah Air.
Padahal, pemerintah berharap sekitar 51 persen saham Vale merepresentasikan investor dalam negeri—baik yang dimiliki pemerintah maupun publik.
Dengan kepemilikan mayoritas saham oleh pemerintah dan publik dalam negeri, Indonesia memiliki kemandirian dalam memanfaatkan cadangan nikel terbesar untuk kepentingan masyarakat.
Apalagi, pemerintah memiliki rencana besar untuk ekosistem kendaraan listrik yang membutuhkan nikel sebagai bahan baku baterai.